Aktivis HAM Sebut Jokowi Seperti Tuhan Mencabut Nyawa Orang
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang tergabung dalam Human Rights Working Group (HRWG) secara tegas menyatakan menolak eksekusi terpidana mati
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang tergabung dalam Human Rights Working Group (HRWG) secara tegas menyatakan keberatan dan menolak langkah Pemerintah mengeksekusi terpidana dengan hukuman mati. Apapun kasus yang menjeratnya.
"Kalau mencermati respons Presiden Jokowi seolah-olah kebal dengan kritik internasional. Dia seakan tidak peduli dengan reputasi internasional," kata Ricky Gunawan dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat ketika menggelar Konferensi Pers bertajuk 'Evaluasi Pelaksanaan Hukuman Mati dan Dampak Hukuman Mati pada Hubungan Internasional Indonesia', di Jakarta, Selasa (3/2/2015).
Ricky menyayangkan Presiden Jokowi yang diharapkan masyarakat Indonesia justru telah melumuri tangannya dengan darah. Padahal menurutnya Jokowi punya modal jadi juara yang mengedepankan HAM di dunia.
"Symbol of hope ini pelan-pelan memudar di masa kepemerintahan Jokowi yang saat itu belum mencapai 100 hari. Tetapi sudah mengeksekusi enam orang terpidana. Dan sekarang dalam waktu dekat akan ada 11 orang lagi yang dieksekusi," ujarnya.
Hal itu tak dijumpai di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Langkah masif menghukum mati para terpidana.
"Ini tentu akan menciderai symbol of hope Jokowi sebagai orang yang bisa mengangkat bendera HAM," sambung Ricky. Dia lantas mencibir Jokowi yang seolah-olah memiliki kuasa seperti Tuhan, dengan menentukan hidup dan mati seseorang.
"Luar biasa kuasanya. Semua dipukul rata. Presiden menolak seluruh grasi. Dia tidak memperhatikan baik-baik. Tidak ada penjelasan apapun juga," kata Ricky.
Padahal, berdasar data yang dimiliki pihaknya, ada ratusan warga negara Indonesia (WNI) yang juga tengah terancam hukuman mati di Saudi Arabia.
Harusnya Indonesia butuh lebih banyak sahabat di negara lain untuk menyelamatkan WNI tersebut. Bukan menambahkan musuh.
"Kalau Indonesia mencari ribut dengan Belanda atau Brasil, tentu nantinya akan kesulitan mencari bantuan guna membebaskan WNI yang terancam hukuman mati. Apalagi Uni Eropa dengan tegas mengecam hukuman mati," imbuhnya.