Anggota DPR Mendorong Pemerintah Bangun Perjanjian Ekstradisi dengan ASEAN
umitnya memulangkan koruptor seperti Djoko Tjandra dari Papua Nugini harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintah Indonesia.
Penulis: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rumitnya memulangkan koruptor seperti Djoko Tjandra dari Papua Nugini harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintah Indonesia.
Sudah saat pemerintah membuat perjanjian kerjasama ekstradisi dengan negara-negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia, atau dalam kawasan Asia Tenggara.
Anggota Komisi I Ahmad Zainuddin menyayangkan, hingga saat ini baru tiga negara ASEAN yang terjalin kerjasama ekstradisi dengan Indonesia.
"Dari 10 anggota ASEAN, pemerintah kita baru punya kerjasama ekstradisi dengan tiga negara, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Semestinya kita sudah harus punya perjanjian ekstradisi dengan seluruh negara ASEAN," ujar ZAinuddin di Jakarta, Senin (2/2/2014).
Zainuddin menyambut baik langkah pemerintah membuat RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi dengan Vietnam dan Papua Nugini, yang kedua RUU tersebut telah disetujui Komisi I untuk ditindaklanjuti dalam pembahasan lebih lanjut.
Dengan disahkannya perjanjian ekstradisi dengan Papua Nugini nantinya, Zainuddin berharap buronan koruptor seperti Djoko Tjandra bisa segera dipulangkan.
Menurut Ketua DPP PKS ini, perjanjian kerjasama ekstradisi dengan seluruh anggota ASEAN mutlak dilakukan Indonesia. Hal itu perlu agar kasus serupa seperti kaburnya Djoko Tjandra tidak terulang lagi.
Apalagi Indonesia merupakan negara besar di kawasan yang berbatasan langsung baik darat maupun lautan dengan negara-negara ASEAN.
Perjanjian ekstradisi lanjut Zainuddin, sejalan dengan visi pemerintah dalam penegakan hukum dan pengembalian aset-aset negara dari tangan koruptor.
Masih tingginya indeks korupsi di Tanah Air ditambah dengan minimnya perjanjian ekstradisi dengan negara sahabat, akan menyulitkan pemerintah di kemudian hari jika harus mengejar koruptor yang kabur ke luar negeri.
Bukan hanya korupsi, menurut Zainuddin, Indonesia juga menjadi wilayah potensial praktik kejahatan-kejahatan lintas batas (transnational crimes).
Gagasan membentuk perjanjian ekstradisi di kawasan ASEAN lanjut Zainuddin, sebenarnya sudah ada sejak Bali Concord I atau Declaration of ASEAN Concord tahun 1976.
Perjanjian itu menjadi kebutuhan untuk meningkatkan kerjasama ASEAN mengatasi kejahatan transnasional, termasuk korupsi yang masuk kategori extraordinary crime.
"Kerjasama perjanjian ekstradisi akan memperkuat hubungan bilateral dan multilateral Indonesia dengan negara-negara tetangga, dan ASEAN makin kokoh," ucapnya.