Jokowi Bilang Kepada Syafii Maarif: Budi Gunawan Tidak akan Dilantik
Isi pesan Syafii tersebut, "Barusan Presiden telp saya: BG tdk akan dilantik, cari wkt yg tepat."
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Jakarta - Wakil Ketua Tim Independen atau Tim 9 untuk konflik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)-Kepolisian RI, Jimly Asshiddiqie, mengakui, ia menerima pesan singkat dari Ketua Tim Independen Syafii Maarif pada Selasa (3/2/2015). Isi pesan tersebut, kata dia, Syafii menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo telah menghubunginya dan mengatakan membatalkan pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kepala Polri.
Pesan yang sama juga sempat beredar pada petang kemarin. Isi pesan Syafii tersebut, "Barusan Presiden telp saya: BG tdk akan dilantik, cari wkt yg tepat."
Jimly membenarkan bahwa ia juga menerima pesan tersebut dari Syafii. "Itu benar. Secara substansi tidak ada yang baru, hanya komunikasi politik saja," kata Jimly, saat dihubungi, Rabu (4/2/2015) pagi.
Jimly mengatakan, pembatalan pelantikan Budi Gunawan merupakan keputusan Tim Independen yang direkomendasikan kepada Presiden Jokowi. Menurut Jimly, Jokowi baru akan menyampaikannya secara resmi dan terbuka setelah hasil praperadilan Budi Gunawan di PN Jakarta Selatan.
"Hanya soal waktu saja," kata Jimly.
Sementara itu, Istana belum satu suara terkait kelanjutan pencalonan Budi. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah akan taat pada asas hukum dalam menyikapi situasi politik yang berkembang menyusul penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK.
”Artinya, pemerintah akan tetap menunggu hasil praperadilan yang kini berlangsung. Melantik salah, tidak melantik salah juga. Akhirnya kita putuskan saja taat pada asas hukum,” ujar Kalla, seperti dikutip dari Harian Kompas, 4 Februari 2015.
Menurut Kalla, pemerintah tidak mau salah langkah dalam kasus ini. ”Langkah terbaik, kembali ke asas hukum saja,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, posisi Presiden tidak mudah dalam kasus Budi. Presiden menghadapi realitas politik bahwa Budi lolos uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Namun, realitas lain, yang bersangkutan berstatus tersangka.
”Dua dilema ini tidak mudah diselesaikan, karena itu memang harus dicarikan solusinya,” kata Pratikno.
Menurut Budi, akan lebih baik jika Budi mengundurkan diri. "Tentu saja sangat indah jika Pak BG (Budi Gunawan) mundur. Itu (mundurnya Budi) bisa menyelesaikan persoalan. Namun, jika tidak mundur, berarti dilema antara persoalan politik dan hukum masih perlu waktu penyelesaian,” ujar Pratikno. (Indra Akuntono)