Mekeng Beberkan Alasan Munas Bali Tak Demokratis
Saksi-saksi yang hadir merupakan kader partai yang diberhentikan oleh Aburizal Bakrie selaku Ketua Umum Partai Golkar periode 2009-2014.
Penulis: Randa Rinaldi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang Mahkamah Partai Golkar yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Golkar, Agung Laksono selaku pemohon menghadirkan 15 saksi terkait demokratis atau tidaknya Musyawarah Nasional IX Bali.
Saksi-saksi ini merupakan anggota yang menghadiri satu dari dua Munas yang digelar oleh partai berlambang beringin tersebut. Baik yang hadir di Munas Bali maupun yang hadir di Munas Jakarta. Dalam persidangan tersebut, saksi diminta kesaksiannya oleh hakim terkait dasar tidak demokratisnya Munas Bali.
Saksi-saksi yang hadir merupakan kader partai yang diberhentikan oleh Aburizal Bakrie selaku Ketua Umum Partai Golkar periode 2009-2014.
Melchias Markus Mekeng mengaku hadir di Munas Bali sebagai tim sukses pencalonan Airlangga Hartanto yang maju menjadi calon Ketua Umum Partai Golkar. Namun, pada akhirnya Airlangga mundur dalam pencalonan melihat beberapa hal yang tak demokratis dalam penyelenggaraan Munas Bali.
Meski tidak mendapatkan teror, Mekeng mengaku ada kejanggalan untuk penyelenggarakan Munas Bali. Ia menyatakan kejanggalan telah terlihat saat percepatan penyelenggaraan Munas Bali meski ada penolakan. Bahkan, Aburizal tetap memaksakan untuk mengetok palu agar Munas dipercepat dan diselenggarakan di Bali.
"DPP menjalankan fungsi strategis. Lucunya, Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional tidak membicarakan tanggal, menyampaikan keinginan dan pandangan," ujar Mekeng.
Politisi asal Nusa Tenggara Timur ini juga menyebut tidak demokratisnya Munas Bali juga terlihat saat Munas berlangsung. Kejanggalan itu terkait tata tertib penyelenggaraan Munas Bali.
"Forum protes, tatib dibagi saat masuk. Peserta Munas hanya 1350 orang, gerombolan meneriakkan setuju," kata Mekeng.