Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kuasa Hukum Cahyadi Nilai Pasal 21 untuk Kliennya Tak Mendasar

Menurut Syamsul pasal itu hanya menimbulkan citra untuk menghukum terdakwa lebih berat.

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Kuasa Hukum Cahyadi Nilai Pasal 21 untuk Kliennya Tak Mendasar
Warta Kota/Henry Lopulalan
Komisaris Utama PT Bukit Joggol Asri, Cahyadi Kumala Kwee alias Suiteng (kiri) berada di ruang tunggu untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/6). Bos Sentul City tersebut diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap alih fungsi hutan di Bogor dangan tersangka Yohan Yap. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Kuasa Hukum Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri (BJA), Kwee Cahyadi Kumala yang diwakili Syamsul Huda, menilai penerapan pasal 21 Undang-undang Korupsi terhadap kliennya tidak memiliki dasar. Menurut Syamsul pasal itu hanya menimbulkan citra untuk menghukum terdakwa lebih berat.

"Pasal 21 tidak lazim. Penambahan pasal sangkaan dari perkara lanjutan seharusnya didahului adanya berita acara pendapat. Namun, kami tidak temukan itu sebagai dasar sprindik baru," kata Syamsul saat membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Cahyadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/2/2015).

Dasar KPK mendudukkan Cahyadi dengan penerbitan Sprindik nomor; Sprin.Dik-46/01/09/2014 tanggal 26 September berdasarkan LPTK Nomor LPTK-02/KPK/05/2014 tanggal 8 Mei 2014 atas pelaporan Direktur Penyelidikan Ary Widiatmoko.

Sprindik ini menyebutkan jika terdakwa menghalangi penyidikan kasus suap dengan terdakwa FX Yohan Yap. Ia pun terkena penambahan pasal 21 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Surat juga menyebut jika Cahyadi bersama-sama Yohan menyuap Rahmat Yasin dan HM Zairin.‎

Syamsul menyatakan, pihak Kuasa Hukum tidak persoalkan munculnya sprindik itu lantaran merupakan kewenangan KPK. Akan tetapi, munculnya pasal 21 UU Tipikor dalam sprindik itu patut dipertanyakan karena tidak berdasar.

"Penyidik secara sepihak menambahkan objek penyidikan yaitu pasal 21 tanpa ada Berita Acara Pendapat terkait itu.‎ Satu-satunya yang ada LPTK tanggal 8 Mei 2014 tanpa Berita Acara Pendapat soal penambahan pasal 21 itu," ujarnya.

Tim kuasa hukum juga menyangkal terkait salah satu isi dakwaan soal sangkaan tersebut. Salah satunya terkait upaya mengumpulkan sejumlah orang dibeberapa tempat yang disebut Jaksa KPK untuk mengaburkan atau menghilangkan fakta.

BERITA REKOMENDASI

"Berdiskusi semata-mata untuk mengklarifikasi pasca ditangkapnya Yohan Yap. Kwee Cahyadi Kumala tidak mengetahui aliran uang. Pertemuan tidak sama sekali untuk berupaya menghalangi," ujar Syamsul.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas