Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Alasan Andi Matalatta Menangkan Munas Kubu Agung Laksono

Andi menceritakan, pengambilan keputusan sidang perselisihan kepengurusan Partai Golkar dari MPG dilakukan secara musyawarah mufakat oleh empat hakim.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Alasan Andi Matalatta Menangkan Munas Kubu Agung Laksono
Tribunnews.com/Dany Permana
Calon Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono menyampaikan visi dan misinya dalam Musyawarah Nasional IX PG di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (7/12/2014). Sebelumnya telah diselenggarakan pula Munas PG tandingan di Bali yang mengangkat kembali Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Partai Golkar (MPG) sekitar tiga minggu (11 Februari-3 Maret 2015) menangani perselisihan kepengurusan partai pimpinan Aburizal Bakrie atau Ical dan Agung Laksono hingga akhirnya memutuskan kepengurusan partai hasil Munas di Ancol sebagai yang sah.

Selama waktu itu, anggota majelis hakim MPG, Andi Matalatta kerap ditelepon oleh para anggota pengurus kedua kubu.

Mereka menelepon untuk sekadar menanyakan perkara hingga melakukan pendekatan agar keputusan sidang memenangkan kubunya. Pendekatan kepada Andi dilakukan melalui senior partai hingga oknum wartawan.

Andi menceritakan, pengambilan keputusan sidang perselisihan kepengurusan Partai Golkar dari MPG dilakukan secara musyawarah mufakat oleh empat hakim. Mereka adalah Muladi selaku ketua, Andi Matalatta, HAS Natabaya dan Djasri
Marin. Adapun seorang anggota MPG lainnya, Aulia Aman Rachman lebih dulu terbang ke Praha karena ditunjuk menjadi Duta Besar RI untuk Ceko.

"Kami rapat terakhirnya pada pagi harinya. Sebelumnya ada banyak rapat," ujarnya.

Menurut Andi, keputusannya adalah sesuai amar putusan yang telah dikeluarkan oleh MPG pada 3 Maret 2015. Ia enggan menanggapi putusan maupun pendapatnya selaku hakim dalam amar putusan itu.

Dalam putusan MPG, Andi Matalatta dan Djasri Marin mengabulkan permohonan kubu Agung sebagai kepengurusan Partai Golkar yang sah sebagaimana hasil Munas di Ancol. Mereka menilai meski ada kekurangan, Munas kubu Agung di Ancol lebih terbuka, transparan dan demokratis dibandingkan Munas yang digelar di Bali.

Berita Rekomendasi

Menurut Andi, memang saat rapat akhir majelis MPG tidak ada kata sepakat mengenai satu keputusan yang sama.

"Tapi, sepakat itu bisa hitam sama hitam, bisa putih dengan putih. Ada yang mengatakan menang 2-0, 2-2, itu terserah. Tapi, saya tidak mau menggiring penafsiran," ujarnya.

Andi menceritakan proses dirinya sebelum pengambilan keputusan yang akhirnya memenangkan hasil Munas Ancol pimpinan Agung Laksono.

Andi mengaku mempelajari Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan AD/ART Partai Golkar sebelum
mengambil keputusan menyatakan Munas di Ancol sebagai musyawarah nasional yang sah.

Menurutnya, Munas yang digelar di Ancol dengan memenangkan Agung Laksono sebagai ketua umum telah mencerminkan paradigma baru Partai Golkar yakni tentang nilai-nilai demokratisasi.

"Khususnya Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dengan adanya paradigma baru. Partai Golkar sekarang berbeda dengan saat jamannya Pak Soeharto. Jamannya Pak Soeharto, Golkar itu bukan partai. Setelah jaman itu, dengan adanya paradigma baru, Partai Golkar adalah partai politik yang harus mendengar aspirasi dari bawah dan menjunjung demokratisasi," kata Andi.

"Dulu Partai Golkar hanya milik orang kuat, partai penguasa. Jadi, seseorang harus kaya dulu baru bisa berkuasa
Sekarang partai membangun diri sendiri, menghargai martabat kader, lebih demokratis, mekanisme partai tidak ada lagi diatur oleh Dewan Pembina yang dari luar," imbuhnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas