Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Upayakan Ajukan PK Vonis Mati Anak Bawah Umur

Yusman dituduh terlibat dalam pembunuhan berencana yang menewaskan tiga orang.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pemerintah Upayakan Ajukan PK Vonis Mati Anak Bawah Umur
Tribunnews/Dany Permana
Menkum HAM, Yasonna Hamonangan Laoly 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengupayakan pengajuan peninjauan kembali (PK) atas vonis mati yang diterima Yusman Telaumbauna Arif, anak di bawah umur di Nias.

Yusman dituduh terlibat dalam pembunuhan berencana yang menewaskan tiga orang.

"Yang terpenting, yang bersangkutan kita bantu untuk bisa melakukan PK. Kalau dalam waktu dekat bisa dipindahkan ke Medan. Di sana kan lebih mudah mengatur pembuatan PK karena dekat dengan Nias," kata Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Jumat (20/3/2015).

Menurut Yasonna, fakta-fakta pendukung dapat lebih mudah diperoleh jika penahanan Yusman dipindahkan ke Medan. Yasonna mengatakan, saat ini kepolisian dan kejaksaan telah bergerak untuk memeriksa proses penyidikan dan penuntutan dalam kasus tersebut.

"Saya juga sudah komunikasi dengan Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) untuk kita bekerja sama," kata Yasonna.

Yasonna mengatakan, ia telah menugaskan staf khususnya untuk menghubungi keluarga Yusman dan mencari tahu akta kelahirannya. Sebab, yang dilampirkan oleh pihak Yusman untuk menunjukkan usianya merupakan akta baptis, bukan akta kelahiran.

"Kalau di sana, di kampung, adanya permandian atau baptis. Tapi sampai sekarang belum didapat (akta kelahiran). Tapi kita akan cek semua ijazahnya waktu SD atau apa pun," ujar dia.

Berita Rekomendasi

Diberitakan sebelumnya, Yusman dituntut seumur hidup dengan tuduhan pembunuhan berencana terhadap tiga majikannya yang hendak membeli tokek darinya.

Namun, kuasa hukum yang baru mendampinginya di pertengahan proses sidang, malah meminta jaksa untuk menghukum mati kliennya. Majelis hakim Pengadilan Negeri Gunung Sitoli, Sumatera Utara, pun mengabulkan permintaan pengacara itu.

Koordinator Kontras Haris Azhar menilai, ada kejanggalan dalam kasus pembunuhan berencana jual beli tokek di Nias, Sumatera Utara, yang menjerat seorang anak di bawah umur.

Apalagi, menurut dia, penasihat umum yang semestinya membela di persidangan justru memberatkan vonisnya.

Haris mengatakan, sejak awal penyidikan, Yusman dan kakak iparnya, Rasula Hia, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini, tidak didampingi oleh kuasa hukum.

Padahal, berdasarkan Pasal 56 KUHP, pejabat yang bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan wajib menunjuk advokat secara cuma-cuma untuk tersangka atau terdakwa yang diancam dengan hukuman lebih dari 15 tahun.

Menurut dia, hal tersebut pun membuat penyidik memperlakukan mereka secara semena-mena dengan berbagai penyiksaan.

Haris juga menduga bahwa pihak kepolisian hingga kejaksaan yang memproses hukum Yusman dan Rasula kompak "bermain" dalam kasus tersebut.

Menurut Haris, bisa saja polisi merekayasa kasus untuk mencari sensasi dan mengejar target kasus. "Bisa jadi, motif kejar setoran kasus," kata Haris.

Namun, Jaksa Agung HM Prasetyo membantah ada rekayasa dalam kasus ini. "Kan sudah ada pernyataan dari pengacaranya, dan bahwa proses penanganan hukumnya tidak ada rekayasa. Ya, faktanya seperti itu," ujar Prasetyo di Istana Kepresidenan, Kamis (19/3/2015).

Dia menjelaskan bahwa apabila Yusman dianggap belum cukup umur, sudah ada persidangan yang dijalankan sesuai mekanismenya. Prasetyo pun kembali mengungkit pernyataan kuasa hukum Yusman yang justru meminta hukuman Yusman diperberat.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas