Kata Din, Waspadai Eks ISIS yang Pulang ke Indonesia
"Jangan kemudian kita memadamkan api dari kebakaran yang sudah terjadi," kata Din Syamsuddin.
Penulis: Randa Rinaldi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Propaganda ideologi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) terus dilakukan oleh kelompok radikal di Indonesia.
Bahkan, diduga kuat beberapa warga negara Indonesia yang telah bergabung dengan ISIS dan menantang Indonesia.
BACA: PPATK Temukan Dana dari Australia Mengalir ke Rekening Teroris di Dalam Negeri
Mengantisipasi hal itu, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menyarankan pemerintah untuk menyusun langkah-langkah antisipasi untuk menghadapi ancaman tersebut.
Bahkan, jika ideologi itu dipaksakan untuk diterapkan di Indonesia maka pemerintah harus mengambil langkah-langkah hukum yang tegas.
"Ketegasan dilakukan oleh negara, tapi kan manusia itu berubah dari waktu ke waktu. Boleh jadi dengan sentuhan lembut dan hati nurani mereka bisa sadar. Kan, tidak sedikit yang sadar jadi bekas kelompok radikal itu, ini kan harus dikombinasi," kata Din usai menghadiri acara "International Conference on Terrorism and ISIS," di Jakarta International Expo, Jakarta, Senin (23/3/2015).
Din mengingatkan pemerintah agar mewaspadai warga negara Indonesia yang berangkat ke negara yang menjadi sentra kelompok ISIS.
Menurutnya, langkah pemerintah tak hanya mewaspadai warga negara Indonesia yang pulang ke Indonesia.
"Jangan kemudian kita memadamkan api dari kebakaran yang sudah terjadi. Coba kalau 1.000-2.000 yang pulang kan nggak mudah. Ini sama dengan Afganistan dulu yang saya dapat informasi anak-anak muda Islam tahun 70-80 untuk melawan Uni Soviet yang komunis," ucap Din.
Meski mengingatkan pemerintah terkait kepulangan WNI yang diduga ikut bergabung dengan ISIS, Din tak setuju dengan saran pencabutan warga negara jika mereka terbukti bergabung.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammdiyah ini mengusulkan adanya pendekatan yang lebih persuasif kepada mereka yang terlibat.
"Mereka berperang dan berjuang membela negara lain, sudah menjadi negara lain, jika itu ada alasan hukumnya ya silahkan saja. Saya bukan pakar hukum," kata Din.