Terus Konflik, Golkar Bisa Ditinggal Partai Lain untuk Koalisi
Partai lain mungkin enggan untuk berkoalisi dengan Golkar dalam pilkada serentak
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar diprediksi bakal ditinggalkan partai lain jika konflik internal tak usai sebelum tahapan pemilihan kepala daerah serentak dimulai.
Partai lain mungkin enggan untuk berkoalisi dengan Golkar dalam pilkada serentak yang dijadwalkan Desember mendatang.
"Akan ditinggal partai lain karena ini enggak jelas pengurusannya, enggak bisa berkoalisi sehingga bisa saja nanti partai ini (Golkar) tidak mencalonkan," kata Ketua Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto di Jakarta, Sabtu (29/3/2015).
Di samping itu, dia menilai dualisme pengurusan Golkar bisa menimbulkan konflik di daerah jika tidak segera diselesaikan.
Menurut Didik, Golkar dan PPP punya waktu kurang lebih dua bulan untuk melakukan konsolidasi sebelum pendaftaran pilkada dimulai pada Juni mendatang.
Dalam waktu dua bulan ini, kedua partai itu harus memastikan siapa saja pengurus yang sah baik di tingkat nasional, provinsi, maupun tingkat kabupaten/kota. "Kalau enggak clear, pasti akan ribut. Ini lah yang menjadi pangkal masalah," kata Didik.
Dia juga menilai, pengurus partai yang sah adalah yang dilegalkan melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pengurus yang sah menurut SK Menkumham inilah yang nantinya berhak menetapkan pengurus partai di tingkat daerah.
Sementara itu, Juru Bicara Poros Muda Golkar Andi Sinulingga mengaku tidak khawatir jika Golkar ditinggalkan partai lain. Andi optimistis Golkar bisa tetap eksis tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Ia justru khawatir Golkar kehilangan dukungan rakyat jika tidak segera menyelesaikan konflik internal partai.
"Tak ada masalah karena Golkar kan telah melahirkan banyak partai, ada Hanura, Nasdem, dia tetap eksis. Paling bahaya itu kalau ditinggal rakyat, orang akan tanya, urusan internal partai saja tidak beres, apalagi urus rakyat," ujarnya.
Andi juga menyampaikan, konflik internal ini menjadi ajang pembuktian bahwa Golkar merupakan partai yang matang dan terampil dalam mengelola konflik. Ia menilai dualisme pengurusan Golkar yang terjadi saat ini merupakan konflik terkeras yang dihadapi sejak era reformasi.
Oleh karena itu, Andi berharap konflik bisa berakhir paling lambat April nanti. Ia mengatakan bahwa seluruh keluarga besar Golkar harus kembali bersatu dalam menghadapi pilkada. Untuk itu, Golkar ke depannya akan lebih menguatkan konsolidasi.
"Konsolidasi batin harus terjadi, tidak boleh lagi ada upaya pecat memecat. Dulu kan saat perlawanan Aburizal karena kita tidak suka, pecat memecat, sekarang ada perubahan kepemimpinan, tidak ada lagi tradisi itu," ucap Andi.(Icha Rastika)