PDIP Diminta Pertegas Pola Hubungan dengan Jokowi
hampir 6 bulan pemerintahan Jokowi-JK pola hubungan antara pemerintah, terutama Jokowi dengan partai tidak berjalan dengan baik.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kongres IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Bali pada 9-12 April 2015 mendatang harus menghasilkan dan membuat pola hubungan antara partai dengan kadernya yang menjadi Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi) terang benderang dan semakin baik.
Sebab hampir enam bulan pemerintahan Jokowi-JK pola hubungan antara pemerintah, terutama Jokowi dengan partai tidak berjalan dengan baik.
Demikian disampaikan Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi, Senin (6/4/2015).
“Yang nampak adalah respon partai yang lebih mengekspresikan sebagai partai oposisi daripada partai pemerintah. Sementara Jokowi sendiri nampak enggan untuk selalu berkoordinasi dan komunikasi kebijakan yang dibuatnya dengan partainya,” kata Muradi.
Menurut Muradi, situasi ini nampak pada respon negatif partai atas sejumlah kebijakan Jokowi yang dianggap keluar dari visi Trisakti dan program Nawacita-nya.
Muradi mengatakan, ada empat permasalahan yang membuat hubungan antara PDI Perjuangan dengan Jokowi memburuk dalam enam bulan ini yakni: Pertama, pelantikan jaksa agung yang memang diluar kehendak partai moncong putih tersebut.
PDIP merasa bahwa Jokowi lebih mengakomodir keinginan partai lain daripada kader partainya sendiri. Kedua, saat Jokowi melantik Luhut Binsar Panjaitan sebagai Kepala Kantor Staf Kepresidenan yang terkesan diam-diam dan tidak dikomunikasikan ke Megawati maupun partainya. Ketiga, pengajuan dan kemudian pembatalan nama Budi Gunawan dari calon Kapolri.
“Langkah ini dianggap sebagai bagian dari pengangkangan hak politik warga negara dan konstitusi karena sudah melalui proses politik hukum dengan dimenangkannya pengajuan praperadilan penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK,” ujarnya.
Dan keempat adalah pengaburan Trisakti dan Program Nawacita dalam RPJMN yang dibuat Bappenas. Bahkan terjadi pembelokan atas sejumlah prinsip politik yang seharusnya menjadi lanskap kebijakan pemerintahan Jokowi-JK, yang mana warna kerakyatannya dikalahkan oleh pendekatan pro pasar dan bernuansa Neolib.
“Oleh sebab itu penting untuk ditegaskan pola hubungan antara partai dengan Jokowi pada Kongres III PDIP agar kader dan anggota bisa seirama merespon kebijakan yang dibuat, dan masyarakat dapat merasakan warna kebijakan yang berbeda dibandingkan pemerintahan sebelumnya, sebagaimana janji-janji saat Pilpres lalu,” tukasnya.
Menurut Muradi, ada tiga penegasan yang harus diperhatikan dalam Kongres PDIP nanti, yakni pertama, karena Jokowi adalah kader dan petugas partai, maka perlu kiranya komunikasi yang baik dalam setiap kebijakan yang akan dibuat agar seirama dengan platform partai. Pada konteks ini, Jokowi akan mendapat back up politik yang penuh dari PDIP maupun KIH.
Kedua, belajar dari sejumlah kebijakan yang dibuat, maka Jokowi harus melibatkan atau setidaknya berbicara dengan partainya maupun KIH terkait dengan kebijakan yang dibuat. Salah satu yang krusial adalah merevisi RPJMN yang telah dibuat Bappenas karena tidak mencerminkan Trisakti dan Nawacita.
Dan ketiga, menjadikan partainya serta partai pengusungnya sebagai rujukan utama dalam membuat kebijakan selain harapan dan masukan dari masyarakat serta relawan.
“Hal ini juga bagian dari penegasan bahwa Jokowi tidak anti partai. Hal tersebut juga memperkuat kontrol dan pengawasan partai agar pemerintahan Jokowi-JK tetap teguh dan konsisten di jalan Trisakti dan program Nawacita,” pungkasnya.