Jaksa Agung Beri Sinyal Setelah KAA Eksekusi Mati Napi Narkoba
HM Prasetyo memberi sinyal pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba akan dilakukan setelah pelaksanaan peringatan 60 tahun KAA
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung, HM Prasetyo memberi sinyal pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba akan dilakukan setelah pelaksanaan peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika.
"Antara lain waktunya setelah KAA," jawab Jaksa Agung kepada wartawan di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (13/4/2015).
Namun, disayangkan mengenai tanggal persisnya, HM Prasetyo enggan menjawab.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony T Spontana mengatakan, pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba akan dilakukan pada bulan April ini. Namun, Kejagung masih mencari waktu yang tepat untuk pelaksanaan eksekusi tersebut.
Menurut Tony, salah satu pertimbangan belum dilaksanakannya eksekusi mati karena Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika (KAA). Konferensi itu akan difdi Jakarta dgelar di Jakarta dan Bandung pada 19-23 April 2015 mendatang.
"Ada pertimbangan KAA, kelihatannya enggak etis kalau bersamaan dengan KAA," kata dia, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (8/4/2015).
Pada Selasa (7/4/2015) kemarin, Jaksa Agung HM Prasetyo juga menyampaikan hal yang sama. Ia mengatakan, pelaksanaan eksekusi hukuman mati tak akan dilakukan dalam waktu dekat karena adanya pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika. Kejaksaan tidak mau menimbulkan kegaduhan di saat banyak tamu-tamu penting dari berbagai negara hadir di Indonesia.
"Masa ada tamu (negara-negara lain), kita mau lakukan," kata Prasetyo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (7/4/2015).
Ia mengatakan, penundaan eksekusi mati ini berlaku hingga rangkaian kegiatan KAA selesai pada 24 April 2015. Prasetyo menekankan, penundaan ini bukan instruksi Presiden Jokowi.
Menurut Prasetyo, Jokowi menyerahkan eksekusi hukuman mati sepenuhnya kepada kejaksaan. Ia juga membantah bahwa penundaan eksekusi karena kekhawatiran para pimpinan negara sahabat akan membatalkan kehadirannya.
Sebelumnya, kejaksaan menunda eksekusi karena masih menunggu proses hukum yang ditempuh dua terpidana mati yakni Serge Areski Atlaoui asal Prancis dan Sylvester Obiekwe dari Nigeria. Keduanya masih mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Sementara, proses hukum terpidana mati lainnya yaitu Martin Anderson (Ghana), Mary Jane Veloso (Filipina), Andrew Chan (Australia), dan Myuran Sukumaran (Australia), telah selesai. Seluruh permohonan PK hingga gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sudah ditolak.
Ada pun, terpidana mati lainnya, Rodrigo Gularte (Brasil), yang disebut mengalami gangguan kejiwaan juga sudah dipastikan dalam keadaan sehat. Kejaksaan sudah mendapatkan second opinion atas alasan gangguan jiwa yang diajukan pihak kuasa hukum Gularte.