Menko PMK: Verifikasi dan Validasi Data Kemiskinan Secara Berkala
Dalam RPJMN 2015-2019 pemerintah juga telah menargetkan kemiskinan berkurang 7-11 persen dalam waktu lima tahun.
Editor: Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mengatakan, pemerintah sedang menyempurnakan warisan data kemiskinan di Indonesia yang hingga kini masih berbeda-beda dan amburadul.
Oleh karena itu, kata Puan, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan melakukan verifikasi dan validasi ulang data kemiskinan yang pada masa akan datang akan dilakukan secara berkala.
"Verifikasi dan validasi ini sangat menentukan keberhasilan dari program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat yang kita laksanakan ke depan," ujar Puan dalam Rapat Koordinasi Nasional Verifikasi dan Validasi Data Kemiskinan Tahun 2015, di Jakarta, Selasa (14/4/2015).
Dengan cara verifikasi dan validasi, lanjut Puan, kebijakan dan program-program dalam Nawa Cita yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bisa dipastikan dapat dilaksanakan dengan baik, tepat sasaran dan bermanfaat.
Tidak hanya itu, kata Puan, melalui verifikasi dan validasi data maka Indonesia pada masa mendatang dipastikan hanya akan memiliki satu data kemiskinan yang valid, akurat dan bisa dipertanggung jawabkan serta bisa diterima dan disepakati semua pihak.
"Verifikasi dan validasi ini sangat menentukan keberhasilan dari program-program peningkatan kesejahteraan yang kita laksanakan ke depan. Dan, saya katakan strategis karena efektifitas program sangat ditentukan oleh seberapa tepat kita mencapai target yang kita tentukan," ujar Puan.
Saat ini, kata Puan, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menggunakan data untuk menetapkan sasaran program-program penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat seperti Program Indonesia Sehat, Program Indonesia Pintar, Program Keluarga Sejahtera dan juga Beras untuk Rakyat Miskin atau yang kita kenal dengan Raskin.
"Namun demikian harus kita akui bahwa dalam pelaksanaannya masih terdapat rumah tangga yang belum mendapatkan program karena belum tercantum dalam data yang ditetapkan. Selain itu ada rumah tangga yang sebenarnya tidak berhak tetapi memperoleh program," ujar Puan.
Puan menyadari kesalahan dalam inclussion dan exclussion error tidak mungkin bisa dihindari, terutama mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar.
"Namun demikian harus kita upayakan sejauh mungkin kesalahan tersebut dapat terus diperkecil, yaitu dengan cara melakukan verifikasi, validasi dan updating data secara rutin," ujar Puan.
Dalam RPJMN 2015-2019, kata Puan, pemerintah juga telah menargetkan kemiskinan berkurang 7-11 persen dalam waktu lima tahun. Target pengurangan ini menggunakan garis kemiskinan yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS).
"Pemerintah di dalam RPJMN telah bertekad untuk menyempurnakan konsep, metode dan indikator dalam mengukur kemiskinan sehingga program penanggulangan kemiskinan akan menjadi lebih tepat sasaran dan memastikan pemenuhan hak kelompok masyarakat agar dapat menjadi subyek pembangunan nasional," ujar Puan.
Namun, menurut Puan, pembangunan dan pengurangan kemiskinan tidak akan berhasil jika data dan konsep masih amburadul. Program-program meningkatkan kesejahteraan rakyat, lanjut Puan, menjadi sulit tercapai dan tidak efektif tanpa data yang valid.
"Ungkapan yang sudah sering kita dengar terkait dengan konsep dan data kemiskinan adalah bahwa ‘membangun tanpa data ibarat berjalan tanpa tujuan'. Dan ‘menyediakan data yang valid dan reliabel itu mahal, tetapi membangun tanpa data akan lebih mahal' karena semua upaya menjadi tidak efisien dan efektif," demikian ungkapan yang disampaikan Puan.
Mendatang, kata Puan, pemerintah akan menggunakan satu data yang komprehensif untuk melaksanakan pembangunan. Pemutakhiran data, lanjut Puan, dilakukan secara rutin dan terlembaga yang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
"Harus ada upaya untuk mendorong masyarakat, terutama Rumah Tangga Sasaran untuk secara aktif melaporkan kondisi rumah tangganya. Di sisi lain upaya pelembagaan pemutakhiran data ini harus didukung oleh pemerintah daerah mulai pada saat pengumpulan data hingga penetapan rumah tangga sasaran," tutur Puan.
Dengan demikian, kata Puan, diharapkan pada masa mendatang tidak ada lagi perbedaan antara data yang dimiliki oleh pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah.
"Kita harus sepakat bahwa data yang digunakan dalam pembangunan mulai dari perencanaan hingga pengukuran hasil dan evaluasi pembangunan menggunakan satu data," ujar Puan.
Dengan demikian, kata Puan, dapat diukur dengan jelas berbagai capaian pembangunan yang telah dicapai.