WNI Dihukum Mati, Pemerintah Protes kepada Arab Saudi karena Tak Beri Notifikasi
Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan duka yang mendalam kepada keluarga Siti Zaenab
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan duka yang mendalam kepada keluarga Siti Zaenab, warga negara Indonesia (WNI) yang dieksekusi mati (qishas) di Madinah, Arab Saudi.
Siti Zaenab Binti. Duhri Rupa, yang lahir di Bangkalan, Madura itu dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasanya bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999.
Siti kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. Namun baru dieksekusi mati pada 14 Februari 2015.
Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati (qishash) kepada Siti Zainab. Dengan jatuhnya keputusan qishas tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban.
Namun pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil baligh.
Pada tahun 2013, setelah dinyatakan akil baligh, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada Pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zainab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013.
"Pemerintah Indonesia menyampaikan duka cita yang mendalam kepada sanak keluarga dan mengharapkan Almarhumah mendapatkan tempat yang terbaik disisi Allah SWT," tulis Kementerian Luar Negeri RI dalam keterangannya diterima Tribun, Selasa (14/4/2015).
Kemenlu sendiri melalui Konsulat Jenderal RI di Jeddah baru mengetahui kabar qishas Siti dari pengacaranya, Khudran Al Zahrani pada hari yang sama pelaksaksanaan hukuman mati. Hal itu sangat bertentangan dengan asas hubungan diplomatik. Padahal pemerintah Indonesia dalam rangka perlindungan WNI sudah menempuh berbagai cara guna membebaskan Siti.
Baik pemberian pendampingan pengacara, pengiriman surat resmi dari Presiden Indonesia ke Raja Arab Saudi, dan menawarkan pembayaran diyat melalui Lembaga Pemaafan Madinah sebesar SR 600 ribu atau sekitar Rp 2 Miliar, melalukan pendekatan secara terus menerus kepada ahli waris korban, pemimpin dan tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan Kabilah Al Ahmadi yang merupakan suku asal suami korban, serta memfasilitasi kunjungan keluarga (kakak dan anak) Siti Zaenab ke penjara Madinah sekaligus untuk bertemu dengan para ulama dan Ketua Lembaga Pemaafan Madinah.
"Karena itu, Pemerintah Indonesia menyampaikan protes kepada Pemerintah Arab Saudi karena tidak menyampaikan notifikasi kepada Perwakilan RI maupun kepada keluarga mengenai waktu pelaksanaan hukuman mati tersebut."