Pengamat: Polisi Parlemen Tak Boleh Menenteng Senjata dalam Areal Gedung
Sebagai sebuah konsep, parliamentary police atau polisi parlemen di lingkungan Gedung DPR, Senayan, Jakarta terbilang masuk akal.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai sebuah konsep, parliamentary police atau polisi parlemen di lingkungan Gedung DPR, Senayan, Jakarta terbilang masuk akal.
Pengamat politik Said Salahuddin mengatakan dia menilai berbeda tim yang menggagas urgensi pembentukan Polisi Parlemen.
Menurutnya, gedung DPR, termasuk juga gedung DPD dan MPR, merupakan objek vital negara yang memiliki fungsi sangat penting dalam penyelenggaraan negara. Gedung MPR adalah tempat untuk melantik sekaligus tempat untuk memutus kata akhir pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden. Bahkan di gedung itu pula perubahan konstitusi dilakukan.
Sementara gedung DPD adalah tempat bagi para wakil daerah menyusun rancangan undang-undang yang menyangkut kepentingan rakyat di daerah. Gedung itu juga tempat berkantor dari para anggota MPR, sebab semua anggota DPD merangkap sebagai anggota MPR. Para anggota DPD yang berkantor di gedung itu pulalah yang akan turut menentukan perubahan UUD 1945 dan menentukan bisa atau tidaknya Presiden dan Wakil Presiden di berhentikan.
Apalagi gedung DPR sebagai tempat pembentukan seluruh undang-undang, tempat menentukan pengisian para pejabat negara, tempat persetujuan perang diambil, dan tempat berkantornya mayoritas anggota MPR (karena seluruh anggota DPR adalah juga anggota MPR) yang komposisinya lebih besar daripada anggota DPD dalam menentukan perubahan UUD 1945 dan menentukan bisa atau tidaknya Presiden dan Wakil Presiden diberhentikan.
"Sistem pengamanan di lingkungan kompleks Senayan selama ini terkesan relatif lemah karena secara teknis ditangani oleh Pengamanan Dalam (Pamdal) yang tidak semua anggotanya dibekali dengan keahlian yang mumpuni dalam soal mengamankan objek vital negara, seperti anggota Polri atau TNI misalnya. Padahal, nasib rakyat turut ditentukan dari gedung MPR, DPR, dan DPD itu," kata Said dalam keterangan yang diterima, Rabu (15/4/2015).
Dia menjelaskan, insiden pembukaan paksa ruangan Fraksi Partai Golkar beberapa waktu lalu yang ternyata tidak mampu dicegah oleh pihak Pamdal, sekalipun mereka dibackup secara penuh oleh aparat kepolisian.
"Nah, setidaknya dari dua alasan itu saja saya kira sudah dapat diukur tingkat kewajaran dari pembentukan polisi parlemen. Namun sekali lagi perlu didesain dalam suatu sistem pengamanan yang integral diseluruh lingkungan kompleks DPR, DPD, dan MPR dalam rangka mengamankan seluruh fasilitas gedung, dan terutama sekali pengamanan kepada para penentu penyelenggaraan negara," katanya.
Dia meminta agar beberapa hal penting juga diperhatikan.
"Pertama, pembentukan polisi parlemen tidak boleh membatasi masyarakat yang berkepentingan datang ke gedung itu untuk menyampaikan aspirasinya secara langsung kepada para anggota DPR," katanya.
Kedua, sedapat mungkin anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai polisi parlemen tidak terlampau jauh berbeda dengan pembiayaan untuk Pamdal selama ini.
"Ketiga, anggota polisi yang bertugas tidak menggunakan uniform Polri, apalagi diminta untuk menenteng senjata di dalam areal gedung. Gedung DPR tidak boleh terlihat angker dimata masyarakat," kata Said.