Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Begitu Nasib Buruh Indonesia di Malaysia
Sudah jatuh tertimpa tangga, demikian kondisi Lidya Tanggau (42 tahun) Buruh Migran Indonesia (BMI) Malaysia
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sudah jatuh tertimpa tangga, demikian kondisi Lidya Tanggau (42 tahun) Buruh Migran Indonesia (BMI) Malaysia yang berasal dari Desa Rantapao Tator.
Lidya, telah ditipu dan akhirnya terpaksa menjalani hukuman karena pelanggaran imigrasi di penjara Sandakan di Sabah selama dua bulan karena ijin tinggal dan bekerja sudah habis 7 bulan yang lalu dan paspornya pun sudah mati.
Padahal Lidya tidak tahu paspornya selama ini dipegang siapa, apakah majikan atau agensi.
"Sejak kedatangan saya di Sabah tahun 2001 sebagai PRT, saya tidak pernah melihat paspor saya sampai kemudian saya ditangkap ketika bekerja di sebuah tempat di Sandakan," kata Lidya ketika bercerita dengan pihak KJRI di Kinabalu.
Seorang buruh migran yang lain, Salman bin Padu (32 tahun) BMI yang berasal dari Desa Balimbun Tampobulu, Bulukumba menceritakan bahwa ditangkap oleh aparat Imigrasi di Sabah karena tidak memiliki ijin bekerja. Namun, kesalahan itupun ia akui.
"Saya datang ke Sabah pada tahun 2003 tidak memakai visa, hanya berkunjung memanfaatkan ijin masuk melalui Nunukan. Saya kemudian bekerja serabutan berpindah-pindah di ladang sawit satu ke yang lain sampai kemudian terakhir ditangkap ketika sedang nongkrong di terminal ketika tidak bekerja karena sedang dalam proses mencari pekerjaan," ujarnya.
Selain Lidya dan Salman, pada hari Kamis, tanggal 15 April 2015, aparat Imigrasi Sabah merencanakan untuk memulangkan 42 orang BMI lain. Kepulangan mereka semua dilakukan melalui pintu masuk Nunukan di Indonesia.
Seluruh BMI yang dipulangkan ini telah menjalani masa hukuman di Pusat Tahanan Sementara Imigrasi di Sandakan Sabah.
Hukuman terhadap para pelanggar imigrasi ditentukan oleh Mahkamah Keimigrasian di Sabah dengan masa hukuman berdasarkan kesalahannya, bervariatif antara 2 – 7 bulan kurungan.
Konsul Jenderal RI Kota Kinabalu, Akhmad DH. Irfan pada tanggal 15 April 2015 lalu sempat meninjau para BMI yang akan dipulangkan itu dan membuatkan SPLP.
"Kondisi Lidya, Salman dan BMI lainnya memang memprihatinkan. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, sudah tertipu calo, diapun harus menjalani hukuman akibat pelanggaran imigrasi," kata Irfan kepada Tribun, Rabu (15/4/2015).
Dikatakan Irfan, Lidya dan Salman serta pada umumnya BMI lainnya tidak bersekolah (Lidya) atau berijazah SD (Salman), sehingga tidak memiliki daya tawar untuk memilih pekerjaan.
"Sebelum datang ke Sabah, Lidya dahulu dijanjikan bekerja sebagai pelayan warung makan tetapi malahan menjadi PRT dan sudah begitu ketika ditanya alamat tempat bekerjanya atau alamat agennya, dijawabnya tidak tahu. Aneh, Lidya malahan sepertinya “melindungi” agen atau majikannya dari tuntutan KJRI," kata Irfan.
Begitupun Salman, yang tidak bersedia menjadi saksi untuk menuntut majikan atau agennya.