Penyidikan Bisa Berhenti Manakala ada Keadaan Memaksa
Perintah Presiden Jokowi untuk segera melepaskan Novel Baswedan, tidak serta merta diikuti oleh pimpinan Polri
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perintah Presiden Jokowi untuk segera melepaskan Novel Baswedan, tidak serta merta diikuti oleh pimpinan Polri karena alasan penyidikan dan rekonstruksi Novel Baswedan yang tengah berlangsung.
Hal ini berdasarkan pada diskresi kepolisian bagi penyidik yang bahkan pimpinan Polri sekalipun dapat diabaikaN karena alasan obyektifitas penyidik. Hal ini dikatakan oleh Muradi, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Sabtu (2/5/2015).
Namun, menurutnya, dalam situasi dan keadaan memaksa, maka penyidikan tersebut dapat dihentikan dan dapat segera membebaskan Novel sebagaimana perintah presiden.
"Dalam konteks tersebut maka, perintah presiden harus dianggap sebagai keadaan memaksa karena akan mempengaruhi penataan hubungan kpk-polri yang tengah dilakukan. Presiden berkepentingan untuk memastikan bahwa pangkal masalah dari hubungan yang memanas tersebut dapat dihentikan dengan membebaskan Novel meski statusnya tetap tersangka," ujarnya.
Perintah presiden tersebut, kata Muradi, juga tidak bisa diartikan sebagai bentuk intervensi politik atas penanganan kasus Novel tersebut, karena presiden melihat bahwa penangkapan Novel menjadi titik kulminasi hubungan KPK dan Polri yang mulai kondusif tersebut.
Langkah ini juga dipahami sebagai langkah preventif agar tidak lagi ada pro-kontra berkaitan dengan proses penegakan hukum yang melibatkan KPK, Polri maupun Kejaksaan Agung.
"Oleh karena itu, perintah presiden harus secara tegas dijalankan oleh pimpinan Polri karena ada keadaan memaksa yang merupakan efek dari penangkapan tersebut. Penolakan atau bahkan penundaan atas perintah tersebut dengan alasan penyidik memiliki kewenangan diskresi adalah bentuk dari pembangkangan atas perintah presiden," Muradi mengimbau.