PBHI: Novel Baswedan Perlu buat Kesaksian
PBHI berharap Novel Baswedan membuat testimoni terkait kasus yang dituduhkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) berharap Novel Baswedan membuat testimoni terkait kasus yang dituduhkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Novel tidak perlu menyensor kasus yang dituduhkan kepadanya. Buka saja yang dipetieskan selama ini sesuai versinya supaya kebenaran terkuak.
"Kesaksian itu sangat penting bukan sekadar bagi Novel untuk membersihkan namanya, namun juga untuk mengungkap kebenaran versinya tentang apa yang sesungguhnya terjadi atas para tersangka pencuri sarang burung walet pada 2004 di Pantai Panjang, Bengkulu itu," ujar Suryadi Radjab Sekretaris PBHI, Rabu (6/5/2015).
"Pengungkapkan kebenaran ini supaya dapat menjadi pelajaran berharga untuk menghentikan praktik penggunaan kekuatan dan senjata api secara berlebihan oleh aparat kepolisian," ia menegaskan.
Suryadi memaparkan, pengalaman Novel sebagai penyidik yang menjadi motor penggerak dalam membongkar kasus korupsi proyek simulator SIM yang berbandrol Rp 196,8 miliar itu berhasil menjerat Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo dan wakilnya Brigjen Didik Purnomo pada 2012.
Termasuk, keberhasilan menyita 35 aset kekayaan Djoko – tersebar pada dua istri dan kerabat, serta orang dalam Mabes Polri yang bernilai Rp 200 miliar – dan juga kasus proyek Hambalang Rp 2,5 triliun, dapat berguna untuk membuat kesaksian pribadi atas kasus yang menimpanya.
"Dasarnya jelas, pertama, diungkit kembali kasus Novel memang sangat kental dengan jebakan konflik kepentingan (conflict of interest) dengan berlanjutnya konflik secara kelembagaan antara KPK vs Mabes Polri sesudah penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi penerimaan gratifikasi," katanya.
"Juga sesudah ditangkapnya anggota DPR dari PDIP Ardiansyah dalam kasus suap. Novel juga pertama kali ditetapkan tersangka oleh Polda Bengkulu setelah Djoko Susilo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK," tambah Suryadi.
Kedua, sambung Suryadi, bila Novel memang tidak berada di lokasi penembakan dan eksekusi atas tersangka itu, jelas mempunyai dasar yang kuat untuk membersihkan namanya dari tuduhan pidana yang sekarang diduga “direkayasa” – versi Novel diada-adakan – oleh Bareskrim Polri.
Bila Novel memang berkomitmen kuat, bahkan mengaku tidak takut melawan ketidakbenaran, maka kebenaran versinya itulah yang harus diungkap, seburuk apa pun kejadiannya ketika itu.
Ketiga,sambung Suryadi lagi, lebih dari itu, kesaksian Novel sangat penting supaya kasus yang disembunyikan selama 11 tahun atas sangat buruknya perlakuan aparat kepolisian terhadap para tersangka, bisa dibongkar.
Kesaksian ini dianggap sangat berguna bagi keluarga korban dan sekaligus untuk langkah-langkah pemerintah di bawah Presiden Jokowi menghidupkan kembali reformasi aparat penegak hukum dalam menerapkan norma dan standar hak-hak manusia (human rights norms and standards) dalam prosedur penegakan hukum.
"Hal lainnya, untuk mengantisipasi gejala menguatnya mesin kekuasaan Mabes Polri yang ditunjukkan dengan mengobrak-abrik KPK, dukungan politik atas Mabes Polri, kelembekan sikap Presiden Jokowi, serta kemungkinan tidak independennya hakim praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan, maka kesaksian Novel bisa sedikit berguna untuk melawan mesin-mesin kekuasaan sewenang-wenang yang merenggut hak-hak orang," Suryadi memaparkan.
Disarankan, Novel bersama penasehat hukumnya dapat menyusun daftar pertanyaan sebanyak-banyaknya yang khusus langsung terkait dengan peristiwa 11 tahun silam itu secara lengkap untuk direkam.
Bila enggan menyebut nama-nama yang terlibat, maka cukup disamarkan. Testimoni ini dapat menjadi tambahan barang bukti dalam gugatan praperadilan yang diajukan Novel ke Pengadilan Jakarta Selatan. Bila pun kalah dalam praperadilan, sedikitnya sudah tersedia informasi tandingan bagi mereka yang memperbaiki Polri.
Tidak ada kejujuran yang tidak bermanfaat, kata Suryadi, sungguh pun harus membongkar perilaku buruk aparat penegak hukum.
Karena, kejujuran ini akan dapat membuka mata dan hati nurani bagi siapa saja yang mau memetik pelajaran berharga bahwa hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun justru begitu mudahnya direnggut lewat penggunaan kekuatan dan senjata api secara berlebihan.
"Barangkali pula kejujuran Novel bersaksi dan keberaniannya melawan tanpa kekerasan terhadap pejabat penegak hukum yang sewenang-wenang itu bisa memberikan dampak pada “revolusi mental” Presiden Jokowi yang melembek itu," tegasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.