Kepala Humas PN Jaksel: Hakim tidak Asal-asalan Putuskan Perkara
Menurut Made, Haswandi bukan lah orang baru di PN Jaksel. Sebab, ia pernah menjadi hakim anggota di PN Jaksel selama sekitar empat tahun sejak 2007.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal Haswandi mengabulkan gugatan praperadilan Hadi Poermono terkait penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/5/2015).
Kepala Humas PN Jaksel, Made Sutrisna menceritakan, Haswandi yang kelahiran Payakumbuh, Sumatera Barat, 2 April 1961 (54) dipromosikan dari posisi Ketua PN Jakarta Barat menjadi Ketua PN Jaksel pada November 2013. Pada rentang waktu itu, Haswandi pernah menjadi hakim anggota hingga menjadi Ketua Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau.
Menurut Made, Haswandi bukan lah orang baru di PN Jaksel. Sebab, ia pernah menjadi hakim anggota di PN Jaksel selama sekitar empat tahun sejak 2007.
Nama Haswandi mulai dikenal oleh publik saat ia menjadi bagian hakim anggota di PN Jaksel yang menangani kasus korupsi dana Pilkada Jawa Barat dan PT Salmah Arowana dengan terdakwa, mantan Kabareskrim, Komjen Susno Duadji pada akhir 2010-awal 2011.
Made mengaku mengenal baik Haswandi. Sebab, selain sesama profesi hakim yang bertugas di PN Jaksel, Made dan Haswandi tinggal bertetangga di komplek perumahan hakim Mahkamah Agung (MA), Jalan Ampera Raya, Gang Kancil, Jaksel.
Berikut petikan wawancara Tribunnews.com dengan Kepala Humas PN Jakarta Selatan, Made Sutrisna terkait sepak terjang hakim Haswandi dan perkara-perkara apa saja yang ditangani oleh para hakim di PN Jakarta Selatan.
Tribun (T):
Apa sih makanan kesukaan Pak Haswandi?
Made Sutrisna (MS):
Makanan kesukaan Pak Haswandi, karena dia orang Minang, yah suka masakan Padang seperti rendang. Kalau Hari Lebaran saya suka silaturahmi ke rumahnya, seperti Lebaran kemarin, ada masakan Padang juga.
T : Apa pernah Anda sebagai hakim atau Pak Haswandi didatangi pihak yang berperkara ke sini (ruang kerja PN Jaksel) atau ke rumah?
MS: Orang yang berperkara nggak boleh main ke rumah hakim, itu melanggar kode etik. Kalau hakim ditelepon pun, pasti tidak mau, dia tahu itu melanggar kode etik. Maklum lah nanti kita takut disadap
Kalau di Jakarta jarang ada yang begitu, semisalnya sampai datangin rumah hakim. Orang yang di sini sudah pada ngerti kalau bertemu dengan yang berperkara pasti disanksi berat, pasti dipecat
T: Keputusan hakim-hakim praperadilan di PN Jaksel (Sarpin, Ida dan Haswandi) terbilang fenomenal dan terkesan 'ngacak-ngacak' KPK seperti penyelidik, penyidik tidak sah sehingga penyelidikan kasus Hadi Poernomo jadi tidak sah?
MS: Itu bukan ngacak-ngacak. Itu sesuai dengan yang dimohonkan. Kan dimasalahkan masalah penyelidik dan penyidik sendiri. Otomatis, hakim menilai pasal dalam undang-undang itu sendiri. Kalau pun hakim berpendapat seperti itu, kalau penyelidik dan penyidik KPK itu sudah berhenti dan dinyatakan seperti itu, itu lah pendapat hakim.
T : Jadi, praperadilan Budi Gunawan, Ilham Arief Sirajuddin sampai Hadi Poernomo bukan karena mereka orang 'kuat' yang punya jaringan?
MS: Kalau itu saya nggak tahu juga. Tapi, saya kira nggak lah sampai begitu. Saya yakinnya itu murni karena pertimbangan hukum. Nggak ada lah yang 'nekan-nekan' kita
T: Bagaimana sih proses/SOP penunjukan hakim yang menangani perkara peradilan di PN Jaksel?
MS: Penunjukan hakim praperadilan adalah kewenangan ketua pengadilan sepenuhnya. Kami, yang hakim-hakim anggota pantang mengajukan diri, pantang mempermasalahkan siapa yang ditunjuknya. Semua hakim tahu itu.
T: Pihak KPK/kuasa hukum KPK bilang hakim Haswandi dalam putusan praperadilan Hadi Poernomo mengesampingkan barang bukti yang 3 koper dan 3 kontainer?
MS: Kami bukan asal-asalan putuskan perkara. Bukti yang diajukan harus relevan dengan perkara. barang bukti sampai bertroli-troli, berkoper-koper, kalau memang nggak ada kaitannya sama perkara, yah kami kesampingkan
T: Apakah KPK harus melaksanakan putusan hakim Haswandi yang kemarin?
MS: Putusan praperadilan memang begitu, bersifat final dan mengikat, tidak ada upaya hukum lain
T: Apa KPK yang melaksanakan putusan praperadilan BG dengan melimpahkan kasusnya ke Kejaksaan Agung sampai balik lagi ke institusi awal, Polri, itu sudah benar?
MS: Pemahaman kita untuk perkara praperadilan, sifatnya final dan mengikat sehingga harus dijalankan. Kalau perkara bagaimana melaksanakan putusan itu, kita tidak campur tangan, tidak bisa menilai itu benar atau salah. Masing-masing lembaga punya SOP-nya.
T: Apa Pak Haswandi pernah menjadi/memimpin sidang praperadilan penetapan tersangka selain praperadilan Hadi Poernomo?
MS: Ketua sebelumnya juga pernah mimpin sidang, jadi hakim praperadilan penetapan tersangka, ya Triomacan2000 sekitar Maret 2015. Hasil putusannya, ditolak seluruhnya
T: Sejak praperadilan Komjen BG sampai saat ini, sudah berapa tersangka/perkara praperadilan terkait kasus di KPK yang masuk ke PN Jaksel?
MS: Sekitar 20-an lebih. Tadinya ada 40-an, tapi mereka sebagian mencabut gugatannya. Hari ini BW (Bambang Widjajanto) mendaftarkan praperadilan lagi, sebelumnya kan dicabut.
T: Apa kalau hakim-hakim dan ketua PN Jaksel rapat bulanan, ada hakim yang curhat dapat 'tekanan' soal putusan praperadilan?
MS: Di rapat bulanan hanya bicara penyelesaian sebuah perkara yang ditangani hakim-hakim atau minutasi. Misalnya, ketua menanyakan apakah perkara A sudah diputus, kalau belum kenapa, lalu kenapa putusan perkara A belum diarsipkan.
T: Mana yang lebih berat, menangani perkara pidana atau perdata?
MS: Sama aja, mas. Kalau sudah terbiasa, tidak terlalu dipusingkan kalau materi pidana atau perdatanya. Yang bikin stres ngatur waktunya. Sebulan satu orang hakim dapat 20 perkara pidana dan perdata. Nanganinya paling lama bisa setahun. Setelah ada SEMA tentang percepatan penanganan perkara 6 bulan.
Kalau jadi hakim di Jakarta pekerjaannya padat. Jalan-jalan sama keluarga hampir nggak pernah, karena berkas-berkas perkara sebanyak ini (menunjuk tumpukan berkas perkara) selalu ikut sampai ke rumah.
Di kantor sidang, pulang ke rumah sore atau malam, lalu mandi dan makam malam. Setelah itu, balik lagi baca-baca berkas, duduk lagi di depan meja kerja. (Abdul Qodir)