Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli: Presiden SBY Intervensi Kasus Novel Baswedan

Chairul Huda mengatakan penghentian kasus Penyidik KPK Novel Baswedan harus melalui surat tertulis melalui SP3

Penulis: Rahmat Patutie
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ahli: Presiden SBY Intervensi Kasus Novel Baswedan
Tribunnews.com/Rahmat Patutie
Sidang praperadilan Novel Baswedan beragendakan keterangan saksi dan ahli oleh Tim Hukum Mabes Polri di PN Jaksel, Jumat (5/6/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Acara Pidana Chairul Huda mengatakan penghentian kasus Penyidik KPK Novel Baswedan harus melalui surat tertulis melalui SP3 bukan dalam bentuk lisan.

Menurutnya, presiden tidak memilik kewenangan untuk menghentikan kasus yang menimpa Novel. Sebab yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah atasannya penyidik itu sendiri.

Menurut Chairul tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan karena penyidik pemilik kekuasan tertinggi dalam kekuasaan hukum dan kehakiman. Sehingga hal demikian dinilai tidak bisa diintervensi, karena tidak memiliki kepentingan dengan penyidik.

"Kekuasaan Presiden hanya pada Kapolri bukan penyidik," ujarnya kepada wartawan
usai menjadi ahli dalam sidang praperadilan yang beragendakan keterangan ahli dan saksi dari pihak termohon di Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2015).

"Di Belanda, intervensi eksekutif itu harus dimuat dalam berita acara dan itu resmi. Dalam sistem kita tidak bisa," katanya.

Seperti diberitakan, Ketua KPK nonaktif Abraham Samad mengatakan, dirinya bersama Kapolri Timur Pradopo, Mensesneg Sudi Silalahi, dan Presiden SBY pernah merundingkan solusi atas terjadi kekisruhan KPK-Polri perihal kasus simulator SIM terjadi tahun 2012 silam.

Dijelaskan, salah satu solusi yang disepakati sebagaimana pendapat SBY adalah kasus Penyidik KPK Novel Baswedan dihentikan karena waktu (timing) yang tidak tepat.

Berita Rekomendasi

"Ketika itu presiden perintahkan untuk pimpinan Polri menghentikan kasus ini karena tidak tepat 'timing' nya. Kita terima kesepakatan sehingga antara KPK dan Polri berjalan sedemikian," kata Samad, saat memberi keterangannya sebagai saksi untuk pihak Novel Baswedan, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (4/6) kemarin.

Samad menyebutkan, dirinya pernah menanyakan posisi kasus Novel kepada Kapolri Sutarman sewaktu sejumlah penyidik Polri di KPK termasuk Novel ingin mengajukan pensiun dini untuk kemudian menjadi pegawai KPK. Menurutnya, Sutarman menyambut positif dan menegaskan kasus Novel telah selesai.

"Saya menanyakan langsung kepada Pak Sutarman bagaimana posisi dan status Novel. Pak Sutarman mengakui bahwa putusan lalu itu putusan institusi bukan pribadi sehingga perkara Novel sudah selesai. Sehingga permintaan pensiun dini itu dikabulkan melalui SK," katanya.

Kendati demikian, Samad menyadari bahwa penghentian kasus Novel tak disertai dengan dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh Polri.

Hal ini dikarenakan secara eksplisit Kapolri Sutarman telah memberi penegasan kalau kasus penganiayaan tersangka pencuri sarang burung walet tahun 2004 di Bengkulu tidak dilanjutkan.

"Secara adminstrasi tidak ada tetapi secara eksplisit sudah disampaikan Pak Sutarman kepada saya bahwa kasus Novel dihentikan sesuai putusan institusi masa lalu," kata Samad.

Menurut Chairul, perintah-perintah seperti itu bukan perintah hukum, tapi perintah politik.

Ia menambahkan, penagkapan terhadap Novel Baswedan merupakan tindakan penegakan hukum. Tujuannya untuk hukum, fungsinya untuk segala macam dengan peradilan hukum.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas