Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jebakan Dana Aspirasi

Sistem ini memungkinkan bagi publik untuk menilai apakah usulan itu sejalan dengan aspirasi konstituen atau tidak.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Jebakan Dana Aspirasi
WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Suasana sidang paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (16/4/2015). 

Oleh: Yuna Farhan

TRIBUNNEWS.COM,  JAKARTA - Upaya DPR mengusulkan program pembangunan daerah pemilihan senilai Rp 15 miliar-Rp 20 miliar per anggota menuai reaksi keras banyak kalangan. Beberapa anggota DPR bahkan turut mengkritik usulan dana aspirasi yang diperkirakan akan menghabiskan Rp 11,2 triliun per tahun ini.

Perlu dicatat, dana ini pernah diusulkan tahun 2010 untuk diajukan pada APBN 2011, dengan besaran yang tidak jauh berbeda, Rp 15 miliar per anggota. Meskipun usulan ini kandas setelah publik bereaksi keras, diam-diam praktik ini terus berlangsung. Kasus suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang menimpa anggota Badan Anggaran mengonfirmasi adanya praktik ini.

Praktik ini juga lazim berlangsung di banyak daerah. Perseteruan Gubernur DKI Jakarta dengan DPRD berkaitan dengan "dana siluman" pada pembahasan RAPBD DKI Jakarta 2015 merupakan salah satu bentuk "dana aspirasi". Di banyak daerah, umumnya dana ini berbentuk bantuan sosial ataupun program pembangunan yang bisa dialokasikan DPRD untuk konstituen di daerah pemilihannya.

Di beberapa negara berkembang praktik ini umumnya dikenal dengan nama Constituency Development Fund (CDF). Tercatat, pada 2010 sekurangnya terdapat 23 negara berkembang di Asia dan Afrika yang mengimplementasikan CDF (International Budget Partnership, 2010).

Kebanyakan negara yang menerapkan praktik ini adalah negara dengan sistem parlementer, yang diduga terkait dengan lemahnya peran parlemen pada sistem ini dalam mengubah anggaran. Tentunya ini tidak berlaku di Indonesia, di mana DPR dijamin undang-undang untuk mengubah proposal anggaran pemerintah, baik dari sisi pendapatan maupun belanja, sepanjang tidak melebih defisit 3 persen.

Alasan yang mengemuka perlunya dana aspirasi juga hampir sama. Dengan dana aspirasi, legislator dapat merespons cepat kebutuhan konkret konstituen pada daerah pemilihannya. DPR juga beralasan, adanya dana ini dapat memangkas rantai birokrasi perencanaan penganggaran yang dianggap kerap mengabaikan kebutuhan masyarakat dan mengakselerasi pembangunan serta ketimpangan daerah.

BERITA REKOMENDASI

Jebakan

Jika ini yang dijadikan alasan, seharusnya bukan dana aspirasi yang menjadi proposal kebijakan DPR. Perbaikan sistem perencanaan penganggaran yang menjawab kebutuhan masyarakat dan sistem dana perimbangan yang seharusnya menjadi agenda utama perbaikan. Alih-alih mengatasi persoalan disparitas antardaerah, dana aspirasi dengan model pukul rata setiap daerah pemilihan dengan keputusan pengalokasian di tangan anggota DPR justru akan merusak sistem dana perimbangan.

Publik juga akan menilai, kelahiran dana aspirasi adalah penanda dari kegagalan DPR dan partai politik dalam melakukan peran sebagai saluran agregasi dan artikulasi aspirasi. Sejatinya, jika peran ini berjalan, masih terdapat anggaran yang hampir mencapai Rp 2.000 triliun pada APBN yang harus dikritisi DPR sebagai manifestasi fungsi anggarannya.

Ekses negatif yang mungkin timbul, DPR sama saja bunuh diri karena kehilangan daya kritisnya terhadap proposal anggaran yang diajukan pemerintah. DPR disibukkan mengurus dana aspirasi untuk daerah pemilihan masing-masing.

Dana aspirasi juga berdampak pada terjadinya perubahan pola relasi DPR dengan konstituennya. Dari pola relasi yang bersifat demokratis, di mana DPR seharusnya merepresentasikan kepentingan konstituen pada ranah kebijakan nasional, ke arah relasi clientelistic, di mana DPR dinilai dari seberapa banyak program pembangunan di daerah pemilihannya.


Bukan tidak mungkin, masyarakat akan beralih menuntut DPR untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di daerahnya ketimbang kepada pemerintah. Tidak mengherankan jika pemerintah dapat saja mengalihkan tanggung jawab tuntutan pembangunan kepada DPR.

Legalisasi dana aspirasi

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas