ICJR Sebut Sumber Daya Hakim Praperadilan Masih Lemah
Supriyadi Widodo Eddyono menilai kekacauan hukum acara praperadilan tak lepas dari kurangnya respon Mahkamah Agung (MA) dalam mengatasinya.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono menilai kekacauan hukum acara praperadilan tak lepas dari kurangnya respon Mahkamah Agung (MA) dalam mengatasinya.
Sehingga kekuasaan praperadilan kini seakan menjadi lebih tinggi dari pokok perkara. Ini memprihatinkan, apalagi sumber daya hakim praperadilan tak seoptimal pengadilan biasa atau penguji pokok perkara.
"Terbukti sampai saat ini pengadilan tidak memiliki hakim yang ditunjuk atau ditempatkan khusus untuk menangani perkara praperadilan, sehingga perkaranya menumpuk dengan perkara lainnya," kata Widodo dalam diskusi yang diadakan di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (17/6/2015).
Sejauh ini, hakim praperadilan adalah hakim tunggal yang ditunjuk berdasarkan kewenangan Ketua Pengadilan Negeri.
Sehingga satu hakim dengan hakim lain yang menangani gugatan praperadilan memiliki interpretasi atau penafsiran lain-lain dalam memutus perkara.
Di samping itu juga tidak ada pelatihan yang memadai mengenai hukum acara praperadilan bagi para hakim.
Pengadilan pun tak punya anggaran khusus dalam penanganan perkara praperadilan, sehingga terpaksa diikutsertakan dalam penanganan perkara lain.
Padahal, menurut Widodo, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK), praperadilan menjadi lembaga yang sangat urgen.
Namun, lagi-lagi putusan itu tak diiringi oleh terbitnya peraturan MA yang seharusnya bisa menjadi pengoptimal lembaga praperadilam. Sehingga bisa menekan potensi hakim prapaeraadilan melampaui kewenangannya.
"Oleh karena itu, dalam rangka mengoptimalkan fungsi praperadilan, penting kiranya bagi MA untuk melakukan standarisasi hukum acara praperadilan," kata Widodo.