Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pilkada Serentak Kedodoran

Seharusnya proses penentuan calon dilakukan secara demokratis.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pilkada Serentak Kedodoran
KOMPAS/DIDIE SW
Ilustrasi 

Keempat, daftar pemilih tambahan (DPT) mempunyai tiga pengertian berbeda, yaitu daftar pemilih sementara (DPS) hasil perbaikan, pemilih yang menggunakan hak pilihnya tidak di tempat dia terdaftar, tetapi di TPS daerah lain, dan pemilih yang tidak terdaftar, tetapi akan menggunakan hak pilihnya berdasarkan KTP atau paspor. DPT yang campur-aduk seperti ini niscaya tak membantu menciptakan DPT yang mencapai kemutakhiran dan akurasi yang tinggi.

Kelima, UU melarang parpol yang mengusulkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah menerima sumbangan dana kampanye dari pihak asing, dari pemerintah dan pemda, BUMN/BUMD, dan pihak yang identitasnya tak jelas. Berdasarkan UU ini, pasangan calon tak dilarang menerima sumbangan dari pihak asing, pemerintah, dan sumber yang identitasnya tidak jelas. UU pemilu lainnya justru melarang peserta pemilu menerima sumbangan seperti ini, dan parpol bukan peserta pilkada.

Keenam, UU ini mewajibkan parpol yang mengusulkan pasangan calon untuk membuka rekening khusus dana kampanye di suatu bank. Karena itu, pasangan calon tak akan kena sanksi bila tak membuka rekening khusus dana kampanye di bank. Ketujuh, UU No 8/2015 tak mengatur tugas dan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tingkat pusat dalam pilkada, tetapi mengatur tugas dan kewenangan Bawaslu provinsi hingga ke pengawas tingkat lapangan.

Anggaran pilkada

Dari segi persiapan penyelenggaraan pemilu, dua parpol mengalami kepengurusan ganda sedangkan KPU dan Bawaslu menghadapi permasalahan anggaran di sebagian kabupaten/kota. KPU sudah memiliki pedoman jelas dalam menentukan kepengurusan parpol yang dipandang sah dalam mengajukan pasangan calon. Yang menjadi persoalan, konflik internal di dalam parpol yang tak dapat diselesaikan secara internal oleh parpol karena parpol selama ini memang tak pernah melembagakan (baca: tak pernah membuat aturan main dalam AD/ART untuk menyelesaikan semua kemungkinan perbedaan pendapat di dalam partai). KPU juga tidak bisa dipaksa oleh kehendak sejumlah parpol untuk mengikuti aturan main yang tidak sesuai dengan UU.

Persoalan anggaran pilkada adalah urusan dan tanggung jawab pemda dan pemerintah pusat. Prinsip dasarnya adalah KPU tak mungkin menyelenggarakan pilkada tanpa dana memadai. KPU tentu dapat mengusulkan kebutuhan anggaran sesuai perencanaan tahapan pilkada atau menanyakan kapan tersedia anggaran, tetapi KPU tak boleh mengemis anggaran kepada pemda/pemerintah. Tetapi, KPU dapat dituntut untuk menjamin efisiensi dalam perencanaan dan penggunaan anggaran. Dewasa ini muncul pertanyaan dari sebagian pihak: mengapa anggaran pilkada serentak membengkak? Bukankah sejak awal pilkada serentak dikatakan akan mengurangi anggaran pilkada?

Pertama, bentuk kampanye semua pasangan calon yang difasilitasi KPU, seperti pemasangan iklan kampanye di televisi dan pengadaan alat peraga, dibiayai dari anggaran pilkada. UU seharusnya membatasi persentase dana publik untuk kegiatan kampanye pasangan calon sebanyak-banyaknya 30 persen. Selebihnya harus ditanggung pasangan calon. Pada satu sisi sistem kampanye seperti ini mampu menjamin equal playing field antarpasangan calon. Kebijakan yang adil ini harus disertai larangan bagi setiap pasangan calon untuk memasang iklan kampanye di luar yang disiarkan TV tersebut.

Berita Rekomendasi

Pada sisi lain, pengadaan alat peraga kampanye sebanyak rumah tangga di setiap daerah untuk setiap pasangan calon merupakan kebijakan yang kurang tepat karena menyebabkan anggaran membengkak. Bila suatu kota memiliki satu juta rumah tangga dan jumlah pasangan calon mencapai lima, maka KPU harus mengadakan lima juta alat peraga. Yang semestinya dilakukan KPU dan pemda adalah menetapkan daftar tempat (lokasi) pemasangan alat peraga kampanye di seluruh daerah yang bersangkutan, menjamin luas ruang yang sama antarpasangan calon untuk pemasangan alat peraga, dan melarang pemasangan alat peraga kampanye di luar tempat yang ditentukan tersebut. Pasangan calon yang memasang alat peraga di luar tempat yang ditentukan harus dikenai dua macam sanksi: wajib menanggung denda sebanyak dua kali biaya pembersihan alat peraga tersebut, dan pengumuman daftar nama pasangan calon yang memasang alat peraga di luar tempat yang ditentukan.

Kedua, anggaran pilkada serentak akan berkurang bila pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota di suatu provinsi dilakukan secara serentak. Data yang diperoleh dari KPU menunjukkan hanya 12 dari 34 provinsi yang melaksanakan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota sekaligus pada 9 Desember 2015, selebihnya tanpa pemilihan gubernur. Ketiga, daerah yang kepala daerahnya maju lagi untuk masa jabatan kedua cenderung menetapkan anggaran pilkada yang membengkak, sedangkan daerah yang kepala daerahnya tidak lagi maju cenderung terlambat memberikan persetujuan.

Keempat, KPU bersama KPU di daerah belum memiliki daftar pos pengeluaran pemilu yang esensial, jumlah sarana yang diperlukan untuk setiap aspek pengeluaran, dan indeks harga yang tidak sama antardaerah. Karena itu, sampai hari ini KPU belum mampu menetapkan berapa biaya pemilu untuk seorang pemilih baik secara nasional maupun per daerah. Ketidakmampuan ini sebagian karena kondisi lokal Indonesia yang beraneka ragam, tetapi sebagian lagi karena para pegawai KPU belum memiliki kompetensi keilmuan tata kelola pemilu dalam perencanaan tahapan pemilu dan perencanaan anggaran pemilu.

Ramlan Surbakti
Wakil Ketua KPU 2001-2007

* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Juni 2015 dengan judul "Pilkada Serentak Kedodoran".

Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas