Taufiequrachman Ruki Sudah Tak Minat Lagi Pimpin KPK
Taufiequrachman Ruki menegaskan bahwa dirinya tidak akan maju lagi sebagai pimpinan KPK untuk periode selanjutnya
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki menegaskan bahwa dirinya tidak akan maju lagi sebagai pimpinan KPK untuk periode selanjutnya. Ia mengaku tidak berminat kembali memimpin KPK.
"Saya tidak akan daftar menjadi pimpinan KPK karena saya sama sekali tidak berminat," ujar Ruki melalui pesan singkat, Selasa (23/6/2015).
Ruki mengaku tidak lagi berambisi menjadi sosok yang penting bagi bangsa, termasuk pimpinan KPK. Lagi pula, kata dia, usianya yang menginjak 69 tahun, tidak lagi muda untuk memimpin KPK.
"Saya tidak memenuhi syarat usia, sudah terlalu tua. Selain itu ingin menjalani masa pensiun saya," kata Ruki.
Ruki merasa, semestinya dirinya menikmati masa pensiun di usianya sekarang ini. Namun, ia tidak dapat menolak permintaan Presiden Jokowi yang menunjuknya sebagai pelaksana tugas Ketua KPK menggantikan Abraham Samad yang dinonaktifkan.
"Sebagai Plt pimpinan KPK pun saya terima bukan karena saya ingin jabatan duduk lagi di jabatan publik. Tetapi hanya karena permintaan Presiden," kata Ruki.
Sebelumnya, pimpinan sementara KPK Johan Budi sudah mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan periode selanjutnya. Johan mengaku tergerak untuk mengembalikan marwah KPK.
Selain Ruki dan Johan, Jokowi menunjuk Indriyanto Seno Adji sebagai pimpinan sementara KPK. Jokowi menunjuk ketiganya setelah dua pimpinan KPK, yaitu Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto diberhentikan sementara karena berstatus tersangka.
Pendaftaran seleksi capim KPK dibuka hingga tanggal 24 Juni 2015. Selanjutnya, Pansel akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan masukan atas nama-nama pendaftar pada 27 Juni-26 Juli 2015. Pansel akan menyeleksi dengan tes pembuatan makalah hingga tes wawancara.
Sebanyak delapan nama akan dipilih dan kemudian diserahkan ke Presiden pada 31 Agustus 2015. Presiden lalu akan meneruskan nama-nama itu ke DPR untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan.