Saking Banyaknya, KPK Kesulitan Menghitung Hasil Pencucian Uang Nazaruddin
Jaksa KPK Yudi Kristiana mengungkapkan pihaknya memang kesulitan menghitung hasil pencucian uang Nazar.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua tahun paska putusan berkekuatan tetap (inkracht) kepada M Nazaruddin alias Nazar, KPK hingga saat ini belum merampungkan penyidikan kasus tindak pidana pencucian uang.
Nazar adalah tersangka penerimaan hadiah dalam pelaksanaan proyek oleh PT Duta Graha Indah (DGI) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pembelian saham PT Garuda Indonesia
Jaksa KPK Yudi Kristiana mengungkapkan pihaknya memang kesulitan menghitung hasil pencucian uang Nazar.
"Saking banyaknya. Baik berupa tanah, rekening, rumah, aset-aset perusahaan, banyak sekali," kata Yudi di kantornya, Jakarta, Selasa (30/6/2015).
Yudi mengungkapkan pihaknya sedang dalam tahap penyelesaian verifikasi antara peristiwa pidana dan aset-asetnya antara kedudukan Nazaruddin sebagai anggota DPR RI (2009-2014) dan asetnya dari hasil pencucian uang. Kata Yudi, aset-aset tersebut sudah diblokir dan tim jaksa sudah memiliki kesepahaman dengan penyidik baru terkait tindak lanjut kasus tersebut.
"Karena menyangkut TPPU, baru diselesaikan terkait dengan asetnya. Aset perkara TPPU untuk tersangka MNZ sekarang penyelesaian. Banyak sekali ratusan miliar," kata Yudi.
Sekedar informasi, PT DGI merupakan pelaksana proyek Wisma Atlet, rekanan Permai Group milik Nazaruddin, dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumsel tahun 2010-2011.
Bekas bendahara umum Partai Demkrat itu diduga melakukan pencucian uang karena membeli saham PT Garuda Indonesia dengan menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT DGI sebagai pelaksana proyek wisma atlet SEA Games 2011.
Rincian saham itu terdiri Rp 300 miliar untuk 400 juta lembar saham dan fee Rp 850 juta untuk Mandiri Sekuritas. Pembayaran dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui RTGS (real time gross settlement), dan transfer sebanyak dua kali.
Pada kasus wisma atlet, hukuman Nazar diperberat Mahkamah Agung menjadi 7 tahun penjara dan hukuman denda dari Rp 200 juta menjadi Rp 300 juta.
Di persidangan, Nazaruddin terbukti menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar berupa lima lembar cek yang diserahkan Manajer Pemasaran DGI Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury. Cek tersebut disimpan di dalam brankas perusahaan. Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI menang lelang proyek senilai Rp 191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga.