Kembali ke Jati Diri Polri
Profesi polisi adalah profesi yang mulia karena profesi ini memiliki fungsi dan tugas pokok yang memuliakan masyarakat.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Bambang Usadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peringatan hari ulang tahun Polri semestinya memberikan makna mendalam sebagai momentum penting dalam berkontemplasi dan refleksi diri. Caranya dengan melihat kesejatian sebagai pengemban tugas dan fungsi aparatur negara dalam menjaga keamanan dalam negeri.
Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu konsideran UU No 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, "bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia".
Penyelenggaraan fungsi kepolisian menuntut anggota Polri hadir di tengah-tengah masyarakat dengan senantiasa menyelaraskan perilakunya dengan jati diri Polri yang sesungguhnya. Yakni, memegang teguh integritas dan komitmen kebangsaan, bekerja sesuai tugas dan wewenang profesinya, berpegang teguh terhadap pedoman hidup Tri Brata, pedoman kerja Catur Prasetya, dan etika kepolisian dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya maupun dalam kehidupan sehari-hari demi pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Peran Polri dalam sejarah perjalanan perjuangan bangsa telah membuktikan, menyatunya Polri dalam setiap tindakan dengan cita-cita mulia rakyat, masyarakat, bangsa, dan negara dalam mengembalikan dan mempertahankan harga diri dan kehormatan bangsa dan negara yang merdeka berdaulat, berkehidupan yang lebih baik dalam suasana aman dan tenteram serta senantiasa menjaga sikap dan perilaku dari perbuatan yang tidak terpuji. Pada detik-detik awal kemerdekaan, setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, termasuk pada saat Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, polisi tetap menjalankan tugasnya. Saat Peta dan Gyu-Gun dibubarkan pemerintah militer Jepang dan secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Perjuangan Polri sebagai bagian dari rakyat yang mencita-citakan kemerdekaan dan bagian dari bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan, mendorong Polri-di samping bertugas sebagai penegak hukum-juga ikut bertempur di seluruh wilayah RI. Polri menyatakan dirinya "kombatan" yang tidak tunduk pada Konvensi Geneva. Polri terus berubah dan berbenah mengikuti dinamika perjuangan pasca kemerdekaan dan dinamika perubahan ketatanegaraan yang terjadi di Indonesia.
Profesi mulia
Profesi polisi adalah profesi yang mulia karena profesi ini memiliki fungsi dan tugas pokok yang memuliakan masyarakat. Kemuliaannya tecermin dari fungsi dan tugas pokoknya dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, yang diposisikan sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat.
Sebagai pengayom, Polri harus mampu tampil jadi pembimbing, rujukan tempat pengaduan seputar masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Sebagai pelindung, Polri harus mampu menjamin keselamatan kepentingan, nyawa, harta, dan benda masyarakat. Sebagai pelayan, Polri harus memberikan pelayanan optimal terhadap seluruh kebutuhan layanan masyarakat yang bersangkutan dan berhubungan dengan tugas-tugas kepolisian.
Kemuliaan fungsi dan tugas pokok kepolisian ini terinspirasi dan tecermin dari kandungan sistem nilai pedoman kerja Catur Praseya Kepolisian Negara Republik Indonesia. Di antaranya (1) meniadakan segala bentuk gangguan keamanan; (2) menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda, dan hak manusia; (3) menjamin kepastian berdasarkan hukum; serta (4) memelihara perasaan tenteram dan damai.
Jati diri kehidupan Polri sesungguhnya tecermin dalam prinsip-prinsip Tri Brata yang merupakan pedoman hidup Polri dalam bersikap dan berperilaku ketika menjalankan tugas kepolisian. Pedoman ini kemudian dijabarkan dalam kode etik profesi kepolisian, mencakup tiga nilai: (1) berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; serta (3) senantiasa melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.
Demikian juga, refleksi jati diri Polri menyangkut komitmen pengabdian diabadikan dalam sebuah himne Polri, merupakan pernyataan sikap, komitmen, dan doktrin yang terus-menerus digelorakan kepada seluruh jajaran personel Polri dalam berbagai momen dan kesempatan. Termasuk pada saat upacara-upacara kenegaraan dan upacara-upacara di internal Polri. Himne Polri itu berbunyi "//Padamu Indonesia/Kuberikan pengabdianku/Menjaga seluruh rakyatmu/Setulus hatiku/Pancasila dan Tri Brata/Amalkan pasti/Supaya aman dan tenteram.Negeriku yang damai//".
Merupakan kehormatan tertinggi bagi setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghayati, menaati, dan mengamalkan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu demi pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 UU Kepolisian Negara Republik Indonesia. Secara eksplisit hal itu dimaksudkan menjaga pejabat Polri senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum serta mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan mengutamakan tindakan pencegahan.
Keluhuran jati diri Polri terukir dalam sistem nilai etika profesi kepolisian yang merupakan penjaga kehormatan dan keluhuran martabat Polri mencakup tiga aspek. Pertama, etika pengabdian, yang mencerminkan sikap perilaku berbudaya dan beradab dari anggota Polri dalam setiap interaksi, dalam setiap perilaku, dan dalam menjalankan tugas-tugas kepolisian. Kedua, etika kelembagaan, mengatur sikap dan perilaku setiap anggota Polri yang harus menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik institusi Polri serta menghormati struktur hierarki organisasi Polri dengan semangat tetap menjunjung dan mengedepankan asas kebenaran dan keadilan hukum serta menjaga dirinya dari sikap dan perilaku tidak terpuji. Ketiga, etika kenegaraan, mengatur sikap dan perilaku anggota Polri dalam memosisikan dirinya sebagai bagian dari alat dan aparat negara dalam menjaga keutuhan NKRI, menjaga netralitas dalam kehidupan politik, menjunjung tinggi konstitusi, serta menjaga keselamatan dan keamanan simbol-simbol negara, termasuk presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.
Polri yang paripurna
Jati diri Polri sebagai bayangkara sejati menuju Polri yang paripurna. Dalam era modern dan semakin global dewasa ini pun sesungguhnya terjawab dengan reaktualisasi sistem nilai Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang sejalan dengan semangat nilai-nilai universal dengan menjunjung tinggi HAM, nilai-nilai demokrasi, prinsip-prinsip good governance, sistem polisi masyarakat, dan konsep polisi sipil. Hal itu sesuai dengan semangat penyusunan dan pengesahan UU No 2/2002 tentang Polri, di mana reaktualisasi nilai-nilai Tri Brata, Catur Prasetya, dan Kode Etik Kepolisian pun selaras dengan kemajuan zaman.
Semangat dan manifestasi reaktualisasi sistem nilai kepolisian diharapkan mengantarkan Polri menjadi organisasi berkelas dunia yang mampu menerapkan best practice kepolisian global. Berbekal itu semua, jayalah Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang pada 1 Juli ini merayakan ulang tahun yang ke-69. Ke depan, semoga Polri semakin dicintai masyarakat dan semoga semangat pengabdian tidak pernah luntur, tetapi justru semakin merasuk di hati.
Bambang Usadi
Brigjen Polisi; Analis Kebijakan Utama Lembaga Pendidikan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lemdikpol)
* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Juli 2015 dengan judul "Kembali ke Jati Diri Polri".