DPR Panggil Menaker dan Direksi BPJS Ketenagakerjaan Terkait JHT yang Merugikan
Dianggap merugikan tenaga kerja, Komisi IX DPR berencana memanggil Menteri Ketenagakerjaan dan Direksi BPJS Ketenagakerjaan soal aturan baru JHT.
Editor: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IX berencana memanggil Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dalam waktu dekat. Hal itu menyusul aturan baru terkait pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang kontroversial.
"Rencananya Senin (6/7/2015). nanti Komisi IX akan memanggil Menaker dan Direksi BPJS," kata anggota Komisi IX Okky Asokawati dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (3/7/2015).
Aturan baru pencairan JHT telah mengingkari amanat UU BPJS yang menyebut para pengguna BPJS Ketenagakerjaan lama atau Jamsostek tidak boleh terkurangi manfaatnya. Sedangkan, di dalam aturan Jamsostek, JHT dapat dicairkan dalam waktu lima tahun. Setelah menjadi BPJS Ketenagakerjaan berubah menjadi 10. "Ini merugikan tenaga kerjanya," ujar Okky.
Belum lagi, kata dia, aturan pengambilan setelah 10 masih dibagi lagi. Para pengguna bisa mengambil 10 persen dari total jika ingin menggunakannya sebagai modal kerja dan 30 persen apabila ingin menggunakannya untuk uang muka rumah.
"Apakah peraturan ini sudah ditandatangani Presiden? Kalau sudah, apakah memang sudah dipelajari? Karena ini merugikan pekerja," tegas Okky.
Hanif mengakui belum adanya sosialisasi perubahan aturan terkait JHT sehingga menyebabkan masyarakat salah persepsi terhadap aturan baru itu. Hanif menilai bahwa aturan itu dibuat untuk kebaikan rakyat.
Pada UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek dan lebih lanjut dijabarkan dalam PP Nomor 1 Tahun 2009. Di dalam aturan itu, JHT dapat dicairkan setelah usia mencapai 55 tahun atau meninggal dunia atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan ketentuan masa kepesertaannya lima tahun dan waktu tunggu satu bulan.
Dengan demikian, jika ada peserta yang sudah membayar selama lima tahun dan kemudian terkena PHK, yang bersangkutan bisa mencairkan dana JHT itu setelah ada masa tunggu satu bulan. (Baca: Tiga Alasan Pencairan JHT Diubah Menjadi 10 Tahun)
"Pertanyaannya kenapa aturan baru berbeda? Jawaban pertama, tentu karena itu mandat UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) yang menegaskan klaim JHT setelah kepesertaan 10 tahun," ujar Hanif dalam siaran pers yang diterima pada Jumat.
Kedua, lanjut dia, dalam UU SJSN, tidak ada toleransi kalau terjadi PHK, yang berbeda dengan UU Jamsostek. Ketiga, Hanif menuturkan, secara substansi, UU SJSN dan PP JHT yang baru sebagai turunannya mengembalikan semangat JHT sebagai skema perlindungan hari tua pada saat pekerja tak lagi produktif.
"Kalau peserta di-PHK lalu dana JHT bisa dicairkan semua (sebelum memenuhi syarat pencairan), hal itu selain bertentangan dengan UU SJSN, juga keluar dari spirit perlindungan masa tua. JHT selama ini dikesankan seolah-olah seperti tabungan biasa," ujar Hanif. (Kompas.com/Dani Prabowo)