Siapa Dibalik Aksi Demo SP JICT?
"Kita membutuhkan investor, termasuk asing untuk mengembangkan pelabuhan yang lebih efisien, sehingga dapat mendorong turunnya biaya logistik.
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Aksi penolakan perpanjangan kontrak pengelolaan terminal peti kemas JICT-KOJA oleh Serikat Pekerja (SP) JICT dinilai sejumlah pihak tidak independen.
SPJICT menggunakan isu nasionalisme hanya untuk menekan pemegang saham agar memenuhi kepentingan SPJICT terkait kesejahteraan mereka.
Pasalnya, sejak bulan Oktober 2014, Serikat Pekerja (SP) JICT ternyata sudah menyepakati rencana perpanjangan kontrak pengelolaan terminal petikemas JICT-KOJA antara PT Pelindo II dan Hutchison Port Holding (HPH).
Dalam sebuah dokumen yang disebut sebagai Resolusi Cikopo 7 Oktober 2014 tersebut, SP JICT akan mendukung dan mengawal proses perpanjangan konsesi JICT dengan syarat pemegang saham mengakomodir empat hal.
Pertama, adanya jaminan kerja dan pola karir yang jelas, dinamis dan adil kepada pekerja.
Kedua, adanya jaminan pengembangan SDM berupa pendidikan dan pelatihan kepada pekerja JICT setara dengan yang diberlakukan kepada pekerja IPC.
Ketiga, adanya jaminan investasi dan pengembangan usaha perusahaan. Dan Keempat adanya jaminan tidak berkurangnya kesejahteraan pekerja dan adanya perbaikan kesejahteraan jika terjain kenaikan pendapatan perusahaan.
Surat dukungan perpanjangan kontrak pengelolaan JICT oleh SPJICT tersebut ditandatangani oleh para pengurus seperti Nova Sofyan Hakim (Ketua Umum SPJICT), M. Besar Niko, Bayu Saptari, Herry Harijanto dan anggota pengurus SPJICT lainnya.
Tuntutan SPJICT tersebut sesungguhnya sudah dijalankan oleh pemegang saham, baik Pelindo II dan HPH.
Bahkan dari sekitar 800 pekerja di JICT, standar kesejahteraannya sangat tinggi, jauh diatas standar kesejahteraan yang diterima oleh pekerja pelabuhan lainnya.
Dalam aspek pendidikan misalnya, para pekerja JICT secara rutin terus mendapatkan pelatihan ke sejumlah port global yang berada dalam jaringan HPH.
Ratusan pekerja JICT pernah menimba ilmu pengelolaan pelabuhan, termasuk alih teknologi yang dimiliki dan diterapkan oleh HPH di jaringan pelabuhannya di seluruh dunia.
Ketua Umum Depalindo Toto Dirgantoro menilai bahwa sikap SPJICT sudah tidak obyektif dan tidak independen dalam menyikapi perpanjangan kontrak JICT.
Isu anti investor asing yang dibangun oleh SPJICT juga tidak sejalan dengan upaya pemerintah yang mendorong masuknya investor untuk membenahi infrastruktur maritim, khususnya sektor pelabuhan seperti di Tanjung Priok.