Wakil Ketua DPR Hormati Putusan MK soal Politik Dinasti
Putusan MK menyatakan adanya larangan politik dinasti justru melanggar hukum dan inkonstitusional
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai politik dinasti.
Putusan MK menyatakan adanya larangan politik dinasti justru melanggar hukum dan inkonstitusional
"Dengan lembaga yang ada (MK) harus kita hormati dan juga mengikuti apa yang sudah diputuskan di dalam peraturan-peraturan maupun undang-undang," kata Agus di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (9/7/2015).
Politikus Demokrat itu menuturkan DPR dapat berkoordinasi terkait evaluasi pelaksanaan putusan MK saat dilaksanakan. Contohnya, saat pelaksanaan Pilkada apakah terjadi praktek korupsi dan nepotisme. "Apabila sudah dilaksanakan dan dievaluasi lalu ternyata lebih banyak dampak negatifnya maka bisa ditinjau ulang putusan tersebut," katanya.
Evaluasi dapat dilakukan dengan memberikan masukan kepada MK dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat. Namun, ia belum dapat melakukan evaluasi terdapat putusan tersebut. "Memberikan masukan melalui RDP dan Raker, kami akan memberikan evaluasi terhadap putusan MK tersebut. Namun sekarang hormati putusan tersebut," imbuh Agus.
Diketahui, Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan sidang mengatakan jika pasal 7 huruf r dalam UU Pilkada bertentangan dengan dengan UUD 1945.
"Pasal 7 huruf r soal syarat pencalonan bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 yang bebas diskriminatif serta bertentangan dengan hak konstitusinal dan hak untuk dipilih dalam pemerintahan," kata Arief, di Gedung MK, Rabu (8/7/2015).
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan tidak menafikan kenyataan di mana kepala daerah petahana (incumbent) memiliki berbagai keuntungan, sebagaimana dikemukakan oleh Presiden. Sehingga karenanya penting untuk dirumuskan pembatasan-pembatasan agar keuntungan-keuntungan itu tidak disalahgunakan oleh kepala daerah petahana untuk kepentingan dirinya (jika ia hendak mencalonkan diri kembali), anggota keluarganya, kerabatnya, atau kelompok-kelompok tertentu yang dekat dengannya.
"Namun, pembatasan demikian haruslah ditujukan kepada kepala daerah petahana itu, bukan kepada keluarganya, kerabatnya, atau kelompok-kelompok tertentu tersebut," ujar majelis hakim.
Sebab, keuntungan-keuntungan itu melekat pada si kepala daerah petahana sehingga kemungkinan penyalahgunaannya juga melekat pada si kepala daerah petahana. Keluarga kepala daerah petahana atau kelompok-kelompok tertentu hanya mungkin diuntungkan oleh keadaan demikian jika ada peran atau keterlibatan si kepala daerah petahana, terlepas dari persoalan apakah peran atau keterlibatan si kepala daerah petahana itu dilakukan secara langsung dan terang-terangan atau secara tidak langsung dan terselubung.
"Terhadap kemungkinan-kemungkinan yang demikian itulah seharusnya pembatasan-pembatasan terhadap kepala daerah petahana dirumuskan dalam norma UU," ujar majelis.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.