Kejagung Tahan Empat Tersangka Korupsi Alat Kontrasepsi
Kejaksaan Agung menahan empat tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat kontrasepsi jenis intrauterine Device (IUD) Kit di BKKBN
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Senin (27/7/2015), Kejaksaan Agung menahan empat tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat kontrasepsi jenis intrauterine Device (IUD) Kit di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) senilai Rp 32 miliar tahun anggaran 2013-2014.
Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sarjono Turin mengatakan penahanan terhadap empat tersangka dilakukan selama 20 hari ke depan terhitung dari tanggal 27 Juli hingga 15 Agustus 2015.
Penahanan dilakukan dengan alasan untuk menghindari para tersangka dari perbuatan menghilangkan alat bukti dan/atau melarikan diri.
"Setelah tersangka ditahan, kami akan gerak cepat untuk penanganan perkaranya supaya segera dilimpahkan ke pengadilan," kata Turin di Kejaksaan Agung.
Diutarakan Turin, Empat orang tersangka yang ditahan yaitu Direktur PT.Hakayo Kridanusa Sudarto, mantan Manager Institusi PT. Kimia Farma Slamet Purwanto, Kasubdit Akses & Kualitas Pelayanan KB Galciltas BKKBN Sobri Wijaya, dan Kasi Standarisasi Pelayanan KB Jalur Pemerintah BKKBN Wiwit Ayu Wulandari.
"Tersangka Wiwit ditahan di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur. Sementara tiga tersangka lainnya mendekam di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI," tegasnya.
Dijelaskan Turin, total tersangka dalam kasus dugaan korupsi alat kontrasepsi ada enam orang. Seharusnya pihak Kejaksaan juga memanggil dua orang tersangka lainnya, yaitu Direktur CV Bulao Kencana Mukti Haruan Suarsono dan Kepala Cabang PT Rajawali Nusindo Sukadi. Sayangnya mereka mangkir dari panggilan tanpa keterangan.
Untuk diketahui proyek pengadaan IUD KIT pada Deputi Bidang Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi BKKBN itu terbagi dalam tiga tahap penganggaran selama kurun tahun anggaran 2013-2014, yakni pertama Rp 5 miliar, kedua Rp 13 miliar dan ketiga Rp 14 miliar.
Dalam pengadaan diduga telah terjadi manipulasi pengadaan barang serta ketidaksesuaian spesifikasi dan standar kesehatan sebagaimana tertuang dalam kontrak.
Hingga kini pun Kejaksaan belum bisa memastikan berapa taksiran kerugian negara yang diakibatkan dalam kasus tersebut. Penyidik masih berkoordinasi dengan tim audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan untuk menghitung seberapa besar kerugian negara yang diakibatkan kasus tersebut.