Mahar Politik dalam Pilkada Dianggap Sebagai 'Gunung Es'
Hal itu terlihat dari beberapa kasus figur yang akhirnya mundur karena diminta mahar oleh partai politik
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Departemen Riset PARA Syndicate, Toto Sugiarto menilai mahar politik dalam pelaksanaan pilkada hanyalah 'gunung es' yang sulit untuk dihapuskan.
Menurut Toto, banyak figur yang ingin maju sebagai calon kepala daerah tetap menyanggupi memberikan mahar kepada partai politik sebagai syarat diusulkan mengikuti pilkada.
"Mungkin banyak yang tidak mengaku dan ikuti keinginan pengurus partai soal mahar," ujar Toto di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (29/7/2015).
Toto menjelaskan praktik mahar ini masih terjadi meski sudah ada Undang-undang yang melarangnya. Hal itu terlihat dari beberapa kasus figur yang akhirnya mundur karena diminta mahar oleh partai politik.
Contoh kasus seperti Ketua DPC Partai Gerindra Toba Samosir, Asmadi Lubis harus sediakan mahar sebesar Rp2,5 miliar. Selain itu, Koordinator Formappi, Sebastian Salang mundur menjadi calon bupati Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT karena diwajibkan membayar uang Mahar.
"Menyedihkan, Undang-undang sudah baik, tapi masih ada cara mementingkan diri sendiri dengan melanggar hukum. Ditengah kita ingin perbaiki sistem politik tapi masih banyak perilaku tercela," ucap Toto.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.