Klaim 29 PWNU Menolak Sistem AHWA Untuk Pemilihan Rois Aam
Perubahan AD/ART tidak bisa dilakukan selain melalui forum tertinggi NU yang mempunyai kewenangan untuk itu, yakni Muktamar.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sebanyak 29 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) sepakat menolak upaya pemaksaan penerapan sistem ahlul halli wal aqdi atau AHWA untuk pemilihan Rois Aam PBNU dalam Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 1-5 Agustus 2015.
Rois Syuriyah PWNU Sulteng, KH. Jamaluddin Maryajang mengatakan, kesepakatan itu merupakan hasil pertemuan lintas wilayah dalam rangka halalbihalal, yang diikuti 29 PWNU di Jakarta.
“Jadi kita sepakat menolak pemaksaan AHWA ini, karena jelas ilegal dan menyalahi AD/ART NU,” ungkapnya dalam keterangan persnya, Kamis (30/7/2015).
Respons penolakan itu muncul karena elit PBNU dan panitia Muktamar telah melayangkan surat yang meminta pengurus NU di tingkat wilayah (provinsi) dan cabang untuk menentukan calon anggota AHWA dan menyerahkannya saat registrasi peserta Muktamar. “Hal ini jelas bentuk pemaksaan kehendak yang wajib tidak kita ikuti,” ungkapnya.
Terkait dengan hal itu, PWNU Jawa Tengah bahkan telah membuat edaran yang ditujukan kepada seluruh PCNU di Jawa Tengah dan ditembuskan ke PBNU. Surat tersebut ditandatangani Rois Syuriyah KH. Ubaidullah Shodaqoh, Katib Syuriyyah KH. Ahmad Sya’roni, KetuaTanfidziyyah H. Abu Hafsin dan Sekretaris H. Muhammad Arja.
Surat dengan nomor PW/11/375/VII/2015 itu menyatakan, keberatan dan menolak untuk menyerahkan calon AHWA pada saat pendaftaran peserta Muktamar. Surat juga menyatakan dasar hukum penerapan AHWA tidak kuat karena tidak sesuai dengan AD/ART yang masih berlaku. Perubahan AD/ART tidak bisa dilakukan selain melalui forum tertinggi NU yang mempunyai kewenangan untuk itu, yakni Muktamar.
Dengan keluarnya sikap tegas PWNU Jateng ini berarti kini tinggal elit PWNU Jatim sendirian yang mendukung Ahwa. Tapi sikap elit PWNU Jatim tak didukung oleh PCNU-PCNU se-Jatim. Dalam Muskerwil PWNU Jatim, 40 PCNU menolak Ahwa.
”Praktis sekarang tinggal Kiai Miftah dan Mutawakkil (Rais dan Ketua Tanfidziah PWNU Jatim – red) saja yang mendukung Ahwa. Tak tahu PWNU itu mewakili cabang mana. Padahal eksistensi PWNU seharusnya representasi cabang-cabang. Kalau cabang-cabang di Jawa Timur sudah menolak Ahwa semua berarti tinggal Kiai Miftah dan Kiai Mutawakkil secara pribadi mendukung Ahwa. Itu otoritas apa otoriter,” kata salah seorang Ketua PCNU yang jadi tim perumus Muskerwil.
“Katanya Kiai Miftah juga mau mundur dari posisinya sebagai Rais Syuriah PWNU kalau Ahwa gagal diberlakukan di Muktamar ini. Kita tinggal nunggu konsistensi beliau saja,” katanya lagi.
Rois Syuriyah PWNU Bengkulu, KH. Abdul Munir menuding bahwa penerapan sistem AHWA itu merupakan bentuk rekayasa panitia Muktamar yang harus ditolak karena sarat dengan kepentingan dan tidak memiliki dasar yang sesuai dengan mekanisme organisasi NU.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.