Kejagung Sudah Terima Berkas Perkara Denny Indrayana Kamis Lalu
Kejaksaan Agung kini telah meneliti berkas perkara Denny Indrayana, tersangka dugaan korupsi pada implementasi sistem pembayaran paspor secara elektro
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Gusti Sawabi
Kejagung Analisa Berkas Perkara Denny Indrayana
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung kini telah meneliti berkas perkara Denny Indrayana, tersangka dugaan korupsi pada implementasi sistem pembayaran paspor secara elektronik (Payment Gateway).
Kapuspenkum Kejagung, Tony Spontana mengatakan berkas sudah diterima pada Kamis (6/8/2015) dan saat ini masih diteliti jaksa peneliti pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum).
Tonny melanjutkan, pihak Kejaksaan memiliki waktu tujuh hari untuk menganalisa dan menentukan sikap. Serta maksimal dua minggu untuk menyampaikan ke penyidik Bareskrim apakah berkasnya itu sudah memenuhi syarat (P21) atau perlu dilengkapi (P19).
"Berkas Denny sudah diterima Kamis sore kemarin, sekarang masih diteliti di Pidsus," ucapnya, Minggu (9/8/2015).
Sebelumnya, Kabareskrim Komjen Budi Waseso mengatakan berkas tersebut sudah dikirim sebelum Lebaran, dan berkas ada kekurangan. Pasalnya setelah Lebaran, Rabu (29/7/2015) Denny kembali menyambangi Bareskrim Mabes Polri.
Kedatangannya kali itu hanya sekitar 30 menit. Ia mengaku kedatangannya ke Bareskrim untuk memberikan foto dan sidik jari ke penyidik.
Berlanjut pada Jumat (31/7/2015), penyidik juga memeriksa saksi yang meringankan untuk mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut.
Kuasa hukum Denny, Heru Widodo mengatakan saksi meringankan yang diperiksa itu yakni ahli hukum dari UGM, Prof Eddy OS Hiariej.
"Berkas sudah dikirim sebelum Lebaran, ada kekurangan kami lengkapi. Kita tunggu lagi semoga segera P21 (lengkap)," tambah Budi Waseso.
Seperti diketahui, Denny telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi payment gateway. Dia diduga menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran paspor elektronik di Kementerian Hukum dan HAM.
Atas perbuatannya dia dijerat dengan Pasal 2 ayat 2, Pasal 3 dan Pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.