Daerah Maju, Negara Maju
Wacana otonomi daerah kembali menghangat karena persiapan pilkada serentak yang betul-betul menentukan kemajuan bangsa Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Irfan Ridwan Maksum
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana otonomi daerah kembali menghangat karena persiapan pilkada serentak yang betul-betul menentukan kemajuan bangsa Indonesia.
Keberhasilan pilkada adalah pintu masuk dimulainya langkah besar memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Sementara otonomi daerah sejatinya terletak pada kemampuan self-governance yang terwujud dari elemen-elemen lokal yang terlibat dalam pemerintahan daerah.
Namun, buruknya self-governance dalam pemerintahan daerah di Indonesia telah tercatat, kepala daerah dan anggota DPRD yang menjadi pesakitan di muka hukum marak, hubungan kedua lembaga kurang harmonis, produk regulasi lokal lemah, dan akhirnya pelayanan publik lokal hingga kini belum berkualitas.
Desentralisasi sebagai instrumen membawa adanya pemerintahan daerah dalam sebuah negara bangsa. Desentralisasi tersebut menciptakan local self-governance. Local self-governance tersebut yang dikenal sebagai otonomi daerah. Self-governance dalam pemerintahan daerah harus memenuhi prinsip good governance.
Namun, local self-governance ini ditentukan paling utama oleh hubungan antara kepala daerah dan DPRD. Pada praktiknya, kepala daerah dapat menentukan self-governance tersebut secara dominan akibat undang-undang memberi wewenang atribusi dan delegasi. Oleh karena itu, elemen (stakeholder) lokal dalam pemerintahan daerah aktif harus menentukan kebijakan lokal untuk kepentingan daerahnya sesuai koridor pemerintahan nasional. Tidak ada dominasi salah satu elemen dalam menentukan kebijakan lokal, terlebih menyangkut kepentingan masyarakat luas di tempatnya.
Apalagi kelompok tertentu menentukan nasib kelompok lain di tempat tersebut harus dihindari. Inilah self-governance yang dicita-citakan dalam otonomi daerah, yang sejalan dengan pencegahan dini konflik horizontal. Dapat dikatakan bahwa self-governance adalah antibodi segala konflik horizontal di tempat tersebut, termasuk datangnya tekanan dari elemen eksternal yang menginginkan suasana tidak kondusif di tempat tersebut.
Antibodi tersebut adalah potensi kekuatan untuk pembangunan ekonomi, sosial-politik, dan budaya selanjutnya. Jika cita-cita ini terwujud dalam setiap daerah di sebuah negara bangsa, bukan mustahil nation-building dalam negara tersebut akan menjadi kenyataan. Pembangunan lokal yang kondusif bahkan mendorong pembangunan nasional yang makin maju. Jika daerah maju, negara maju.
Dinamika lokal
Prasyarat terciptanya antibodi lokal dalam sebuah negara bangsa adalah adanya dinamika lokal yang kondusif dalam governansinya. Merujuk Neo dan Chen (2012), diperlukan agile process (proses yang andal) dan able people (manusia yang berkemampuan) sehingga mampu untuk melakukan thinking again (berpikir ulang), thinking across (berpikir kritis), dan thinking ahead (berpikiran jauh). Neo dan Chen mengatakan pula prasyarat budaya yang tepat. Budaya yang tepat menyangkut rasionalitas masyarakatnya.
Di sini perlunya pendidikan karakter (character-building). Jadi benar kata Bung Karno, nation-building tidak dapat dilepaskan dari character-building sehingga Bung Karno menyambungkan menjadi satu nation and character-building. Sebab, antibodi lokal tadi haruslah berlanjut, bukan sesaat. Agar tercipta antibodi antargenerasi, tidak berhenti pada generasi tertentu.
Terciptanya governansi yang dinamis membawa masyarakat lokal tidak memiliki waktu untuk berkonflik. Yang terpikir adalah bagaimana terus memajukan daerahnya agar mampu bersaing dengan daerah lain secara kondusif dalam pembangunan ekonomi. Memikirkan bagaimana kualitas pelayanan publik lokal yang andal agar dapat menyejahterakan penduduknya.
Segala hal yang merugikan secermat dan secepat mungkin dibaca oleh sistem governansi dinamis yang tercipta. Orang-orang berkemampuan di dalamnya terus memikirkan inovasi-inovasi agar kerugian sosial-politik-ekonomi terhindari, bahkan menciptakan benefit yang secara sosial-ekonomi dan politik bisa berkelanjutan.
Koridor governansi lokal dinamis ini harus dicita-citakan oleh desainer pemerintahan nasional yang melingkupi elemen otonomi dan pemerintahan daerah. Undang-undang baru terkait pemerintahan daerah yang tersebar minimal di lima UU, yakni UU Pemda, UU Desa, UU Pilkada, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dan UU ASN, yang harus diturunkan dalam kebijakan operasional agar mampu mendorong terciptanya governansi lokal yang dinamis dan pro rakyat.
Peran kementerian
Kementerian Dalam Negeri bertanggung jawab dalam hal struktur kerasnya. Kementerian terkait harus berperan pula. Misalnya, kementerian terkait pendidikan menyiapkan struktur lunak dengan pendidikan karakter masyarakat lokal. Kementerian terkait desa terlibat dalam soal-soal substansial lebih mikro. Adapun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) menjadi penghubung struktur keras dan lunak, baik makro maupun mikro.
Kementerian PAN dan RB memiliki tanggung jawab besar dalam mendorong birokrasi lokal dan nasional yang mampu menciptakan governansi dinamis. Bahkan antibodi lokal dan nasional diinjeksi oleh unsur asam amino (DNA) birokrasi yang dipoles oleh kementerian ini.
Semua kementerian di atas adalah alat dari pengendali pemerintahan, sebagai dirigen orkestrasi bangsa dalam memajukan diri, termasuk soal-soal otonomi dan pemerintahan daerah. Tanggung jawab tersebut tentu saja di tangan Presiden.
Kita semua berharap nada harmonis nation and character-building tercipta sehingga tercipta kemajuan daerah-daerah di Indonesia yang membawa pada kemajuan bangsa. Semoga.
Irfan Ridwan Maksum
Guru Besar Tetap FIA dan Ketua Program Pascasarjana Ilmu Administrasi UI
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Agustus 2015, di halaman 6 dengan judul "Daerah Maju, Negara Maju".