Rizal Ramli Akan Terus 'Berkoar' di Luar Bidang Maritim
Rizal tidak akan berhenti pascamengomentari pembelian pesawat baru untuk maskapai Garuda dan proyek pembangunan listrik 35 ribu mega watt.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kritik-kritik tajam dari Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli diprediksi akan terus meluncur deras di media.
Rizal tidak akan berhenti pascamengomentari pembelian pesawat baru untuk maskapai Garuda dan proyek pembangunan listrik 35 ribu mega watt.
Prediksi tersebut disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie M Massardi.
Menurut Adhie, apa yang disampaikan Rizal adalah sebagai sinyal bahwa semua proses kebijakan publik harus diungkap dan transparan.
"Kalau yang menyangkut ke publik akan dibuka di publik. Mas Rizal ini kan kasih warning bahwa ini kepentingan publik," kata Adhie saat diskusi bertajuk 'Kabinet Ribet Ekonomi Mampet' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (21/8/2015).
Menurut Adhie, Rizal adalah kaum intelektual dan sejak mahasiswa sudah memperhatikan kinerja pemerintahan. Karena itu, sejak hari pertama dilantik, dia sudah memberikan kritik tajam.
Kritik tajam itu, lanjut Adhie, karena masalah itu sudah lama ada dan tidak ada sulosi dari pemerintah. Adhie mencontohkan soal pembelian garuda bahwa Menteri BUMN mengatakan pembelian tersebut bisa dibatalkan karena masih bersifat penjajakan atau letter of intent (LoI).
Komentar tersebut justru semakin memperkuat dugaan bahwa pembelian Garuda itu memang rentan dikorupsi. Pasalnya jika masih bisa dibatalkan, tidak seharusnya pemerintah memberikan LoI.
"Padahal letter of intent kita tahu sudah bisa jadi uang," kata Adhie.
Adhie pun menilai langkah Rizal berbicara di depan publik sudah tepat daripada berbicara di dalam forum resmi kabinet.
"Kalau ada kekuatan besar disampaikan di forum gampang dilibas. Karena ada tantangan kita buka mulai sedikit-sedikit. Ini kan positif," tukas Adhie.
Sebelumnya, Rizal mengkritik rencana pembelian pesawat baru Airbus tipe A350 sebanyak 30 pesawat. Pembelian tersebut mengakibatkan Garuda harus meminjam USD44,5 miliar dari China Aviation Ban.
Bekas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era Gus Dur itu khawatir pesawat yang digunakan untuk penerbangan internasional tersebut kosong penumpang karena sedikit peminat, sehingga Garuda bukannya untung malah merugi.