Putri Budi Mulya: Dalang Bank Century Harus Diseret ke Pengadilan
Budi Mulya mendesak KPK mengembangkan kasus dugaan korupsi pemberian FPJP dan penetapan Bank Century
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keluarga mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa, Budi Mulya mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Pasalnya, kasus ini telah berkekuatan hukum tetap setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Budi Mulya.
"Sampai saat ini, kami pihak keluarga belum menerima putusan penolakan kasasi bapak (Budi Mulya). Padahal sudah empat bulan. KPK seharusnya bisa menindaklanjuti kasus bailout Century tanpa harus menunggu salinan putusan MA," kata Nadya.
Nadya yakin, ayahnya tidak bersalah dalam pengucuran dana tersebut. Dalang kasus Bank Century, kata dia, harus diseret ke pengadilan.
Ia menilai, Budi Mulya hanya sebagai pejabat Deputi Moneter dan Devisa Bank Indonesia dan tidak tahu-menahu atas kasus itu. "PK harus mengungkap dan mengusut kasus itu lebih lanjut agar semuanya terbuka. Jangan ayah saya dikorbankan," tutur Nadya.
Fakta-fakta baru yang dimunculkan dalam buku Misbakhun, politisi Partai Golkar, yang diluncurkan beberapa hari lalu, kata Nadya, sangat mencengangkan. Bahkan dalam buku itu, kata Nadya, ayahnya disebut hanya sekali ikut rapat dalam pengucuran dana bailout Century.
"Saya sudah baca buku Pak Misbakhun terutama surat Sri Mulyani ke Presiden SBY saat itu. Saya kaget. Selama ini saya hanya dengar rumor ada salinan surat Sri Mulyani ke Presiden," ucapnya.
KPK sebelumnya menyatakan akan mengembangkan kasus dugaan korupsi Bank Century ini. Namun, belum dapat dipastikan kapan babak baru kasus Century dimulai.
Dalam kasus ini, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya divonis hukuman 15 tahun penjara dan telah berkekuatan hukum tetap.
KPK baru bisa mengembangkan kasus ini setelah menerima salinan putusan Mahkamah Agung. Sejak dinyatakan berkekuatan hukum tetap oleh MA pada April 2015 lalu, hingga kini KPK belum menerima salinan putusan tersebut.
Pimpinan sementara KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, KPK belum bisa "bergerak" untuk membuka penyelidikan baru jika putusan itu belum dipelajari seutuhnya. (baca: Bambang Soesatyo Sebut Dana Century Digunakan Parpol untuk Menangi Pilpres)
"MA ada mekanisme pemberitahuan dan pengiriman putusannya. Jadi walau pun sudah pro aktif, kami tetap menunggu salinan asli resmi putusan MA tersebut," kata Indriyanto, Jumat (21/8/2015).