Pansel Jangan Bebani Presiden dengan Capim Bermasalah
Pansel KPK akan menyerahkan delapan nama kepada Presiden Jokowi pada 31 Agustus 2015.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
![Pansel Jangan Bebani Presiden dengan Capim Bermasalah](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pansel-kpk-umumkan-capim-kpk-lolos-seleksi-tahap-ii_20150715_211108.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pansel KPK akan menyerahkan delapan nama kepada Presiden Jokowi pada 31 Agustus 2015. Setelah itu, Presiden Jokowi akan menyerahkannya kepada Komisi III DPR untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan .
Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) RI Abdulhamid Dipopramono mengingatkan Pansel maupun Presiden Jokowi dituntut ekstra hati-hati agar tidak salah pilih dan memilih orang yang bermasalah. Tetapi karena Presiden Jokowi hanya menerima delapan nama hasil pilihan Pansel, maka tanggung jawab lebih besar adalah ada pada Pansel.
"Apakah yang terpilih itu benar-benar yang terbaik di antara para pendaftar lainnya, penentunya adalah Pansel yang terdiri sembilan Srikandi tersebut. Sedangkan Presiden hanya pihak yang menerimanya tanpa intervensi," tutur Abdulhamid dalam keterangannya, Jumat (28/8/2015).
Menurut Hamid keterbukaan informasi dalam proses seleksi sangat diperlukan. Ketertutupan dalam proses seleksi berpotensi memunculkan kandidat “kucing dalam karung”. Mestinya sebelum diserahkan ke Presiden Jokowi, kata Hamid, Pansel benar-benar yakin dan juga mengadakan sinkronisasi dengan berbagai pihak terkait.
"Termasuk Kapolri karena saat ini masih ada beda persepsi tentang beberapa hal antara Pansel dengan Kabareskrim Budi Waseso," ujarnya.
Hamid menilai Pansel KPK kali ini benar-benar berdiri di kondisi yang sangat krusial. Sebab meskipun selama ini Pansel untuk memilih pimpinan KPK dan juga komisioner komisi-komisi negara lainnya sudah mencoba serius dan profesional, tetapi kenyataanya masih ada orang-orang yang bermasalah.
" Beberapa komisi negara ada satu atau dua komisionernya memiliki masalah integritas atau integritasnya dipertanyakan, baik yang kemudian muncul ke permukaan lewat media maupun tidak atau belum. Ada yang sudah melanggar kode etik tapi bisa menghindar dari sanksi etik karena kelihaiannya berkelit," katanya.
Oleh karena itu, ia meminta Pansel harus ekstra hati-hati, jangan melempar risiko ke Presiden. Jika dideteksi ada Capim yang bermasalah, dari berbagai aspek, maka nama orang tersebut jangan diserahkan kepada Presiden. Pasalnya, Presiden hanya memiliki waktu dua pekan untuk kemudian harus menyerahkan nama-nama tersebut kepada DPR.
"Yang perlu dicatat adalah bahwa saat ini eranya keterbukaan informasi publik, sehingga harus terbuka dalam aspek-aspek yang memang harus terbuka dalam proses seleksi maupun profil para capim KPK. Bagaimana pun caranya dan dari mana pun sumbernya, suatu saat publik akan mengetahui tentang profil para Capim kerana arus informasi yang didukung teknologi informasi dan model jejaring yang sudah canggih," ungkapnya.
Hamid juga mengingatkan para capim KPK bila terpilih merupakan pejabat publik, sehingga menurut ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), mereka tidak boleh merahasiakan hal-hal yang bersifat pribadi seperti kekayaan atau keuangan, kesehatan, pendidikan, dan lainnya.
"Memang pada Pasal 17 UU KIP dinyatakan informasi pribadi adalah rahasia atau dikecualikan, tetapi jika seseorang menjadi pejabat publik, ia harus terbuka kepada publik, kecuali informasi yang benar-benar pribadi seperti nomor rekening yang juga dirahasiakan oleh UU Perbankan," ujarnya.