Ribut Pertemuan Dengan Donald Trump, Anggota DPR Diminta Sadar
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Said Salahudin menilai, anggota dewan memiliki hak melaporkan itu.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah DPR melaporkan Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), terkait hadirnya mereka dalam jumpa pers calon kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Said Salahudin menilai, anggota dewan memiliki hak melaporkan itu.
"Namun pada sisi yang lain saya menyayangkan, mengapa mereka hanya lantang menyoal kasus tersebut, tetapi seolah diam seribu bahasa saat mata-kepala mereka sendiri melihat pemerintah gagal memperbaiki kesejahteraan rakyat," kata Said kepada Tribunnews.com, Senin (7/9/2015).
Menurutnya, alangkah bahagianya rakyat jika kegarangan serupa juga mereka tunjukkan terkait kebijakan pemerintah yang keliru. Said menilai, persoalannya terletak pada adanya perbedaan perlakuan dan ketidakadilan yang dipertontonkan oleh para anggota DPR itu.
"Kalau boleh saya ingin bertanya, dimana mereka bersembunyi ketika perekonomian kita amburadul dan rakyat hidup dalam kesusahan? Mengapa mereka diam seribu bahasa dan seolah lari dari tanggung jawab ketika melihat pekerja asing sudah mulai mengambil alih lahan pekerjaan masyarakat kecil, bahkan untuk jenis pekerjaan kuli kasar sekalipun," katanya.
Lebih dari itu, kata Said sejumlah buruh di Indonesia sudah mulai di-PHK. Lantas dimana kegarangan para anggota DPR itu bersembunyi?
"Jadi menurut saya para anggota DPR itu juga harus 'eling'. Kalau mereka hanya lantang menyoal kasus Pimpinan DPR yang tidak bisa dipungkiri kental sekali nuansa persaingan poltiknya, sementara pada sisi yang lain mereka seolah-olah buta, tuli, dan bisu terhadap keadaan ekonomi kita yang terus terpuruk, maka boleh jadi rakyat akan menilai pelaporan Pimpinan DPR ke MKD itu hanyalah bentuk persaingan politik semata," katanya.
Lebih lanjut dikatakan, munculnya wacana kocok ulang Pimpinan DPR dan revisi UU MD3 semakin memperlihatkan adanya motif politik dibalik pelaporan pimpinan DPR ke MKD.