Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Curhat ke KPK, Pengusaha Pilih Suap Birokrat Daerah Ketimbang Izin Tak Keluar

Sejumlah pengusaha didaerah terpaksa harus tunduk dengan perilaku koruptif birokrasi demi memuluskan bisnisnya.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Curhat ke KPK, Pengusaha Pilih Suap Birokrat Daerah Ketimbang Izin Tak Keluar
Istimewa
Ilustrasi suap. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah pengusaha didaerah terpaksa harus tunduk dengan perilaku koruptif birokrasi demi memuluskan bisnisnya.

Anggota Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Andi Purwana mengaku, dari beberapa kali kunjungan ke daerah, sejumlah pengusaha curhat soal uang pelicin yang harus dibayar, misalnya untuk mengeluarkan sebuah surat izin.

"Survei ini menarik respondenya pengusaha. Sejatinya sejak tahun 2013-2014, KPK fokusnya di sektor swasta, kenapa fokus disitu karena sudah disampaikan kami terus melakukan kordinasi supervisi," kata Andi dalam rilis survei persepsi korupsi 2015 di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (15/9/2015).

Menurutnya, setiap kali melakukan soal sosialisasi pencegahan korupsi pihaknya mendapatkan cerita menarik dari pengusaha didaerah.

"Mereka curhat terkait iklim usaha didaerah tersebut. Masukan dari mereka juga banyak soal izin lokal kabupaten/kota, termasuk kalau ngga saya kasih uang, surat izin ngga keluar. Terus apa yang dilakukan? Tetap saya keluarin (uang) sepanjang profit masih ada. Jadi asal usaha masih untung, mereka lebih memilih membayar (suap)," katanya.

Selain dengan pengusaha, menurutnya KPK juga melakukan sosialisasi dengan pejabat pemerintah daerah. Mereka diberikan pengetahuan soal gratifikasi dan bahayanya.

"Ada pengendalian gratifikasi, misalnya dijelaskan, jika (suap) itu harus dilaporkan, kemana, tolls-nya apa, yang harus disiapkan apa? Ya kami yang guidence. Mereka harus berkomitmen dan berintegeritas, kami kumpulin eselon 1 dan 2 yang akan menjadi motor kebawahnya," kata Andi.

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut dikatakan Andi, hasil survei ini sangat membantu KPK untuk bekerja kedepan.

"Jadi kami bisa bandingkan di 11 kota, KPK akan menjadikan bahan untuk program-program pencegahan korupsi kedepan, tahun 2015-2016," katanya.

Diketahui, hasil survei Transparency International Indonesia melakukan survei kepada1.100 pengusaha dari 11 kota di Indonesia. Kota tersebut diantaranya Kota Pekanbaru, Kota Semarang, Kota Banjarmasin, Kota Pontianak, Kota Makassar, Kota Manado, Kota Medan, Kota Padang, Kota Bandung, Kota Surabaya dan Kota Jakarta.

Untuk diketahui, Corruption Perception Index (CPI) 2014 yang diterbitkan secara global oleh Transparency International, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan level korupsi yang tinggi.

Dalam CPI 2015, Indonesia duduk di posisi 117 dari 175 negara di dunia dengan skor 34 dari skala 0-100. Maksudnya, 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih. Korupsi secara khusus disebut menempatu urutan teratas dari 18 faktor penghambat kemudahan di Indonesia.

Oleh sebab itulah responden yang disurvei merupakan pengusaha.

"Dari survei tersebut diperoleh hasil kota yang memiliki skor tertinggi dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2015 adalah Kota Banjarmasin dengan skor 68, Kota Surabaya dengan skor 65 dan Kota Semarang dengan skor 60. Sementara itu skor IPK terendah adalah Kota Bandung dengan skor 39, Kota Pekanbaru dengan skor 42 dan Kota Makassar skor 48," kata peneliti IPK 2015 Transparency International Indonesia Wahyudi Thohary.

Dirinya menjelaskan, survei tersebut dilakukan pada tanggal 20 Mei sampai 17 Juni 2015. Pengambilan sampel menggunakan stratified random sampling yang bersumber dari Direktori Perusahaan Industri 2014 yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS).

Pengambilan data dilakukan oleh enumerator melalui metode wawancara tatap muka dengan pengusaha dan panduan kuesioner survei. Untuk selanjutnya enumerator memasukan data dalam portal online.

Lebih lanjut Wahyudi menjelaskan, pemilihan 11 kota yang disurvei didasari pertimbangan diantaranya, provinsi dimana kota berada memiliki kontribusi terbesar dalam produk domestik bruto nasional.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas