Mahkamah Kehormatan Gagal Periksa Sekjen Gara-gara Pimpinan DPR
Rencananya, Sekjen DPR dimintai klarifikasi soal dugaan pelanggaran kode etik pimpinan DPR, Setya Novanto
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Winantuningtyastiti Swasanani menolak memenuhi panggilan pemeriksaan atau permintaan klarifikasi Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) pada Rabu (16/9).
Rencananya, Sekjen DPR dimintai klarifikasi soal dugaan pelanggaran kode etik pimpinan DPR, Setya Novanto dan kawan-kawan dalam kunjungan ke Amerika Serikat (AS) 29 Agustus-12 September 2015, termasuk pertemuan dengan kandidat calon presiden AS, Donald Trump, alias Trumpgate.
Melalui surat yang dikirimkan ke MKD, Sekjen yang karib disapa Win itu menolak pemanggilan karena selaku Sekjen harus mendapatkan persetujuan dari pimpinan DPR. Sementara, pimpinan DPR selaku pihak yang tengah diusut MKD memutuskan tidak merestui pemeriksaan Sekjen DPR.
"Saya sampaikan kepada ketua (MKD), dengan tidak hadirnya Sekjen pada hari ini dengan alasan rapat konsultasi antara Sekjen dengan pimpinan. Jadi, pemanggilan Sekjen harus izin pimpinan," kata Wakil Ketua MKD dari Fraksi PDI Perjuangan, Junimart Girsang di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/9/2015).
Junimart keberatan dan menolak alasan tersebut. Sebab, hal itu menunjukkan MKD tidak independen dan tergantung pada pimpinan DPR.
Menurutnya, menjadi kontras dan lucu mengingat pihak yang menolak pemeriksaan Sekjen DPR, yakni pimpinan DPR, justru sebagai pihak yang diperiksa oleh MKD nantinya.
Junimart hanya bisa 'geleng-geleng kepala' karena ia menerima informasi, bahwa Sekjen meminta pimpinan MKD yang datang menemuinya atau 'jemput bola' jika ingin meminta klarifikasi dirinya.
Ia meyakinkan tidak akan datang jika informasi itu benar adanya. Ia mempersilakan jika ada pimpinan MKD lainnya yang bersedia menuruti permintaan Sekjen itu. "Kenapa? Karena MKD tidak di bawah Sekjen DPR. MKD harus bebas aktif dan tidak dipengaruhi," ujarnya.
Junimart mengharapkan Sekjen DPR menghormati MKD dengan datang memenuhi panggilan klarifikasi. Sebab, tugas dan fungsi kesetjenan saling berkaitan dengan tugas MKD dan anggota DPR.
"Sekjen mesti kemari karena kami sudah mengundang. Jadi, jangan karena Sekjen sudah membuat surat ke kami, mengatakan harus izin pimpinan DPR. Lah, ini jadi konflik. Kan kami juga mau memproses pimpinan DPR, kami mau klarifikasi ke Sekjen. Atau jika nanti kami perlu dokumen, segala izin pimpinan DPR lagi, itu ngaco," tandasnya.
Menurutnya, datang atau mangkirnya Sekjen DPR dari panggilan MKD tidak akan mempengaruhi kelanjutan penyelidikan kasus Trumpgate. Yang terpenting, MKD telah memberikan hak klarifikasi untuknya terhadap sejumlah dokumen pemberangkatan sejumlah anggota DPR ke AS.
Jika Sekjen atau pimpinan DPR tidak memenuhi panggilan klarifikasi, maka MKD akan menyimpulkan berdasarkan dokumen yang telah diperoleh.
Junimart menceritakan, dokumen yang juga berasal dari Kesetjenan DPR itu berisi daftar nama anggota DPR, agenda kunjungan hingga anggaran selama di AS.
Di dalam dokumen itu tercatat hanya ada tujuh anggota DPR yang tercatat sebagai delegasi resmi parlemen Indonesia untuk mengikuti Konferensi Keempat para Ketua Parlemen Dunia (4th World Conference of Speakers of Parliament) di markas PBB, New York, AS, pada 29 Agustus-2 September 2015.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.