Besok, Pekerja JICT Adukan Dugaan Korupsi Perpanjangan Konsesi ke KPK
Tidak hanya dari sisi dugaan pelanggaran hukum (UU Pelayaran 17/2008) namun juga prosesnya yang tidak transparan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada perusahaan kepada perusahaan asal Hong Kong Hutchison Port Holdings (HPH) selama 20 tahun (2019-2039) oleh Pelindo II telah menimbulkan polemik.
Tidak hanya dari sisi dugaan pelanggaran hukum (UU Pelayaran 17/2008) namun juga prosesnya yang tidak transparan.
"Untuk itu, besok pagi, Pekerja Jakarta JICT akan mengadukan Dirut Pelindo II RJ Lino terkait dugaan korupsi perpanjangan konsesi JICT yang melibatkan Hutchison dan Pelindo II," kata Ketua Serikat Pekerjaa JICT Nova Hakim di Jakarta, Senin (21/9/2015).
Menurut SP JICT, ada dugaan pelanggaran menyangkut perpanjangan konsesi itu tidak ditender terbuka dan harga penjualan JICT tahun 2015 hanya USD 215 juta atau lebih rendah dari tahun 1999 saat pertama kali diprivatisasi yakni USD 243 juta.
"SP JICT akan melakukan pengaduan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa pagi pukul 10.00 WIB," ucap Nova.
Pekan lalu, Ketua Komisi VI DPR RI Hafisz Tohir juga menyatakan bahwa perpanjangan konsesi itu patut diduga melanggar UU No. 17/ 2008 tentang pelayaran karena mengabaikan otoritas pemerintah di pelabuhan sebagai regulator sebelum memberi konsesi kepada HPH.
Dia mengutip Undang-undang No.17/2008 pasal 82 dan dalam ketentuan peralihan pasal 344 menyebutkan dalam perpanjangan konsesi dengan swasta atau asing, PT Pelindo II harus membuat kontrak dengan pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan. Setelah itu, baru bisa memperpanjang konsesi perpanjangn kontrak JICT.
"Bila terbukti kebijakan Pelindo memperpanjang konsesi JICT ini melanggar UU termasuk PP 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan maka Komisi VI merekomendasikan kebijakan ini untuk dibatalkan," tegasnya.