Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Didesak Perbanyak Bangun Sumur Bor

Pemerintah didesak memperbanyak membangun sumur bor dalam

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pemerintah Didesak Perbanyak Bangun Sumur Bor
ISTIMEWA/TRIBUN MANADO
Api terus menyala dan membakar hutan di kawasan Cagar Alam Tangkoko-Duasudara . 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah didesak memperbanyak membangun sumur bor dalam (deep well) di lokasi kebakaran lahan yang saat ini semakin parah kondisinya.

Demikian disarankan Pengamat lingkungan Alue Dohong dalam keterangan tertulisnya kepada Tribun, Selasa (29/9/2015).

Selain berbiaya murah, kata Pengamat lingkungan ini, pembuatan sumur bor ini bisa mempercepat upaya pemadaman lahan gambut yang sedang terbakar.

Menurut keterangannya, pembuatan satu sumur bor paling mahal hanya Rp5 juta dan itu bisa membasahi lahan hingga luasan 5 hektar.

Lebih lanjut ungkap Alue, pengerjaan sumur dalam ini tidak memerlukan waktu yang lama. Yaitu, hanya sekitar 3-4 jam per unit sumur pipa.

Masyarakat lokal pun, tambahnya, juga bisa dilibatkan dalam pembuatan sumur dalam ini karena memang mereka paham bagaimana memadamkan api di lahan gambut.

"Ini kan teknik tradisional yang sudah dilakukan leluhur kita sejak lama. Kalau pun butuh teknologi GPS, itu hanya digunakan untuk mencari sumber air yang lebih dekat di lahan gambut tersebut," paparnya.

Berita Rekomendasi

Selain bisa cepat memadamkan api dan mengurangi volume asap, teknik deep well ini bisa mengatasi problem kebakaran lahan untuk jangka panjang.

Apalagi, ungkapnya, problem utama dalam memadamkan kebakaran lahan selama ini yaitu kurangnya sumber air di sekitar permukaan lahan gambut.

"Deep well yang sudah dibangun bisa dibuat permanen dan diambil titik koordinatnya serta dipetakan untuk diketahui lokasinya. Nah ini akan jadi sumber air untuk pemadaman kebakaran di masa mendatang," katanya.

Pada kesempatan itu Alue menyebutkan, untuk jangka panjang pemerintah harus bisa melakukan restorasi terhadap lahan gambut yang luasannya mencapai 21 juta hektar tersebut.

Selain itu, pemerintah seharusnya lebih hati-hati dalam mengeluarkan izin pengelolaan lahan gambut ini.

"Sebab berdasarkan penelitian, 50% dari seluruh luasan gambut di Indonesia sudah terdegradasi akibat penebangan hutan maupun konversi lahan perkebunan," ungkapnya.

Dia juga menilai langkah pemerintah menggunakan heli untuk memadamkan api di lahan gambut kawasan Sumatera dan Kalimantan sangat tidak efektif.

selain mahal karena sewanya mencapai miliaran rupiah, menurut Alue yang juga mahasiswa doktoral manajemen lingkungan di University of Queensland (UQ) katakan, pengeboman lahan dengan menggunakan air tidak sepenuhnya bisa membasahi lahan gambut yang sedang terbakar.

"Apalagi operasi pemadaman dengan heli atau pesawat pengebom air tidak selalu bisa dilaksanakan apabila saat asap sedang pekat dan jarak pandang (visibility) yang tidak memadai," jelasnya, dalam keterangan pers usai diskusi Indonesian Scholars Forum yang diadakan mahasiswa pascasarjana asal Indonesia di Brisbane, Australia.

Selain itu juga pamadaman dengan helikopter atau pesawat tidak akan efektif apabila tidak mampu membanjiri kawasan yang dipadamkan. "Sebaliknya justru akan memperparah kabut asap," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas