Jadi Korban Jatuhnya Crane di Makkah, Murodi Yahya Mengaku Ditolong Orang Raksasa
Peristiwa jatuhnya crane di Masjidil Haram membuat Murodi ahya Kasani (55) jemaah kloter 1 asal Magetan, merasakan dahsyatnya kejadian tersebut
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Peristiwa jatuhnya crane pada 11 September 2015 di Masjidil Haram membuat Murodi Yahya Kasani (55) jemaah kloter 1 asal Magetan, merasakan dahsyatnya kejadian tersebut.
Setibanya di Asrama Haji Embarkasi Surabaya (AHES), Selasa (29/9/2015), Murodi menceritakan bagaimana ia menjadi seorang yang selamat di antara ratusan jemaah menjadi korban peristiwa tersebut.
“Awal mula saya dengan istri saya akan persiapan salat magrib, karena untuk wanita dan pria dipisah. Waktu itu saya mau bertemu dengan istri saya, dan keadaan di sana kabut tebal, angin kencang, dan tiba-tiba crane itu ambruk, saya melihatnya,” kata dia saat ditemui di ruang perawatan AHES.
Ia pun berlari mencari tempat aman agar tidak terkena crane yang jatuh itu.
“Saya lari menjauh dan saya pikir saya tidak kena crane itu, tapi ternyata saya kesambet crane itu. Dan sekilas saya melihat keadaan kaki saya keduanya sudah patah. Kaki kiri saya itu tulangnya keluar dan banyak darah,” tutur Sekretaris Camat Sukomoro, Kabupaten Magetan.
Tak hanya itu saja, ia juga mendengar suara petir yang sangat keras.
Dikatakannya entah itu suara petir atau suara mirip petir ia tak bisa memastikan, yang ia ingat saat itu suara sangat keras dan bebarengan dengan jatuhnya crane.
Setelah itu, ia merasa ada yang membopongnya.
“Saya mungkin setengah sadar waktu itu, jadi seperti saya dibopong oleh orang sangat besar dan saya dibawa ke dalam masjid. Yang saya pikirkan itu mana ada sih saat genting itu ada yang menolong, yang ada itu mereka pasti berlarian ke sana ke mari. Dan saya tidak tahu siapa dia,” papar ayah dari dua anak itu.
Ia melihat banyak korban yang selamat dan banyak korban yang meninggal dalam kejadian itu.
“Kaki saya dioperasi malam harinya. Saya hanya bisa pasrah, ini kejadian kehendak Allah. Saya harus mengucapkan banyak bersyukur dari mereka yang mungkin kehilangan sanak saudaranya,” kata dia.
Tampak kedua kaki Yahya dipasang ‘pen’ untuk pemulihan penyambungan tulangnya yang patah.
Sedang sang istri, Sri Wahyuningsih, bercerita dari sisi lain. Ia menceritakan bahwa ia melihat suaminya tertimpa crane yang jatuh.
“Saya pikir suami saya berlari ke arah lain untuk menjauh dari crane yang jatuh itu. Ternyata suami saya malah ikut tertimpa crane itu,” katanya lalu tak kuat menahan tangis mengingat kejadian tersebut.
Sri Wahyuningsih menambahkan sebelum kejadian itu suaminya hendak pergi membeli oleh-oleh Alquran untuk anaknya.
“Kami janjian di masjid, datang sama-sama, janjian pulangnya nanti saja habis salat Isya’. Setelah ashar Bapak ngaji dulu. Terus mau ketemu ada kabut tebal, dan barengan sama jatuhnya crane itu,” terangnya.
Saat itu disebutnya suasana masjid sangat suram, banyak suara tangisan, suara gemuruh manusia yang meminta pertolongan.
“Untungnya ada salah seorang teman, Pak Komari itu tahu kalo suami saya orang Indonesia. Langsung teriak-teriak kalau ada orang Indonesia yang jadi korban. Alhamdulillah suami saya bisa dibawa ke tenda,” ujarnya yang sempat menyelamatkan diri.
Selain itu, ia mengatakan bahwa pertolongan di Arab saat kejadian itu sangat lama. “Korban itu tercecer di masjid, tetapi kok penanganannya itu sangat lama,” tambah dia.
Sehingga dalam kejadian ini, ia dengan suami sangat besyukur masih selamat dalam kejadian tersebut.