Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jubir Demokrat: Putusan MK Kaburkan makna Pilkada

Substansi Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal calon tunggal terkesan aneh dan mengaburkan makna Pilkada

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Substansi Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal calon tunggal terkesan aneh dan mengaburkan makna Pilkada sebagi sebuah ajang pemilihan bagi rakyat.

Karena, sangat jelas bahwa opsi 'setuju' atau 'tidak setuju' terhadap calon tunggal dalam Pilkada, seperti isi putusan MK, tidak mengandung makna adanya pemilihan atau penggunaan hak pilih rakyat sebagaimana ditetapkan dalam UU Pilkada dan juga dalam Pasal 18 UUD 1945.

"Putusan MK itu lebih tepat dimakanai sebagai "referendum" terhadap calon tunggal dibanding dengan pemilihan kepala daerah," ujar Juru bicara Partai Demokrat, Kastorius Sinaga, kepada Tribun, Jakarta, selasa (29/9/2015).

"Disini lah letak pengaburan makna pemilihan kepala daerah akibat keputusan MK tersebut," tambahnya.

Menurut kastorius, MK telah menggeser pemilihan kepala daerah menjadi rederendum atas calon tunggal Kepala Daerah.

Namun demikian, melalui keputusan itu MK ingin menyelamatkan Pilkada serentak--mengambil jalan tengah menerapkan praktik referendum khusus untuk daerah bercalon tunggal.

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut kata dia, untuk menghindari konsekuensi hukum dan sosiologis dari hasil Pilkada Calon Tunggal sebaiknya putusan MK ini diatur lebih tegas lewat PP.

"Artinya, harus jelas, apakah Pilkada dengan peserta calon tunggal masih tetap masuk dalam rejim Pilkada Serentak atau referendum khusus seperti yg diinginkan MK," sarannya.

Disamping itu, referendum "setuju" atau "tidak setuju" juga dapat menyisakan persoalan ketata-negaraan yang rumit pascapemilihan. Khususnya bila mayarakat memilih "tidak setuju" terhadap calon tunggal.

"Apakah calon tunggal tersebut nantinya masih tetap menjabat PLT Kepala Daerah atau tidak ?"

Tentu, menurutnya, kalau rakyat menyatakan tidak setuju, secara logis, kepala daerah yang menjadi calon tunggal, tidak layak memimpin lagi.

Dan ini akan mengakibatkan kebakuman dan persoalan legitimasi kepemimpinana di daerah bersangkutan.

"Putusan MK tidak menyinggung jauh hingga kesana. karena putusan MK ini lebih terfokus untuk menyelamatkan timing serentak Pilkada," jelasnya.

Bila ditelusuri, semua persoalan ini memang bermuara pada ketidak-siapan Pemerintah melakasanakan Pilkada serentak.

Karena dia melihat, pemerintah terlalu memaksakan untuk melaksanakan Pilkada serentak di akhir tahun. Tanpa melihat berbagai detail persiapan dan berbagai persoalan yang balal mungkin terjadi.

"Ya, akhirnya MK harus menambal sulam demi terlaksananya Pilkada serentak. Meskipun itu dengan cara putusan yang absurd dan mengaburkan makna pemilihan menjadi referendum seperti keputusan di atas," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas