Marwan Jafar: Masa Depan Indonesia Ada di Desa
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) terus memacu pembangunan nasional dalam konsep Desa Membangun.
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) terus memacu pembangunan nasional dalam konsep Desa Membangun.
Konsep ini menjadi kata kunci karena pembangunan harus melibatkan dan dirasakan seluruh masyarakat Indonesia, utamanya masyarakat di kampung-kampung.
"Masa depan Indonesia ada di desa. Ini bisa dilihat secara nyata karena desa memegang prospek besar bagi perwujudan kedaulatan nasional di masa depan. Desa menjadi kunci menuju Indonesia yang berdaulat di bidang pangan dan energi," ujar Menteri Desa PDTT Marwan Jafar dalam Seminar Nasional UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rabu (21/10/2015).
Marwan menambahkan, menempatkan desa sebagai sumbu utama kedaulatan pangan dan energi bukanlah sesuatu yang berlebihan, karena desa merupakan penyedia utama sumber-sumber pokok pangan nasional. Potensi pengembangan pertanian di desa jauh lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan. Lahan pertanian dan Sumber Daya Manusia mayoritas berada di desa.
"Komoditas pertanian yang dihasilkan oleh desa merupakan sumber bahan baku utama dalam industri pengolahan makanan dan energi baru ramah lingkungan. Misalnya pengembangan saripati singkong menjadi ethanol, minyak kelapa sawit sebagai bahan baku bio fuel, dan lain-lain," jelasnya.
Dengan memahami besarnya potensi desa ini, lanjut Marwan, akan terlihat secara jelas bahwa Desa memegang peran penting bagi kemajuan bangsa Indonesia, khususnya di bidang pangan dan energi. Namun, dia mengakui bahwa hingga saat ini desa masih menghadapi banyak permasalahan yang mengancam perkembangan pertanian, di antaranya ketersediaan lahan sawah, lahan kering, dan lahan pertanian relatif tetap dan bahkan berkurang karena ada konversi lahan terbangun untuk permukiman perkotaan. Dalam rentang 2003-2012, perkembangan lahan pertanian sekitar 25 juta hektar.
Masalah lainnya adalah terkait tingkat pertumbuhan penduduk yang timpang antara kota dan desa. Pertumbuhan penduduk perkotaan mencapai 2,18 persen per tahun lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1 persen per tahun. Sedangkan pertumbuhan penduduk di perdesaan menurun sebesar 0,64 persen.
Data ini menunjukkan bahwa angka urbanisasi penduduk desa ke kota cenderung meningkat. Angka urbanisasi yang tinggi tentu semakin mengurangi angka angkatan kerja di desa dan berkurangnya angkatan kerja di desa tentu semakin mengurangi angka produktivitas hasil pertanian, mengingat 83 persen penduduk desa bekerja sebagai petani.
"Selain itu, desa juga mengalami keterbatasan dalam penyediaan sarana prasarana produksi, teknologi pertanian, dan keterampilan petani di desa," tandas Marwan.
Melihat peluang dan tantangan ini, Marwan mengingatkan bahwa pemerintah Jokowi-JK sudah menetapkan paradigma pembangunan desa, yakni dari Membangun Desa menjadi Desa Membangun. Ini merupakan cara pandang pembangunan yang menempatkan desa dan masyarakat desa sebagai titik sentral pembangunan.
Misalnya jika dusun/kampung maju, maka secara otomatis desa/daerah itu juga akan maju. Kemudian jika daerah maju maka berpengaruh terhadap kemajuan provinsi. Begitu pun jika provinsi pembangunannya maju, maka praktis Indonesia menjadi negara maju.
Setidaknya ada tiga tantangan berat dalam menjalankan konsep Desa Membangun Indonesia. Yakni desa belum menjadi daya tarik bagi penduduk, tingginya urbanisasi karena minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di desa, dan masih tingginya jumlah keluarga petani miskin di desa.
Pada tahun 2010, 52,03 persen penduduk tinggal di perkotaan dan 48 persen penduduk tinggal di perdesaan. Jika kecenderungan ini terus terjadi, diprediksi dalam 5 dekade (1970-2020) penduduk perkotaan bertambah enam kali lipat dan sebaliknya penduduk perdesaan berkurang tiga kali lipat. Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan menunjukkan bahwa kota masih menjadi wilayah yang sangat menarik bagi sebagian besar penduduk di Indonesia.
"Kondisi desa yang masih memiliki keterbatasan dalam menyediakan lapangan kerja dan keterbatasan sarana dan prasarana menjadikan masyarakat desa berbondong-bondong menuju ke kota," lanjutnya.
Tingginya urbanisasi karena minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di desa. Tingkat Pertumbuhan penduduk perkotaan sebesar 2,18 persen per tahun lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1 persen per tahun.
Sedangkan Pertumbuhan penduduk di perdesaan menurun sebesar 0,64 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan masyarakat ingin bekerja diperkotaan dibandingkan diperdesaan karena lapangan kerja di perdesaan terbatas.
Adapun masalah tingginya jumlah keluarga petani miskin di desa bisa ditelisik dengan data bahwa jumlah keluarga petani miskin secara nasional sebanyak 3.770.740 KK, yang paling tinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan Jumlah 680.942 keluarga. Sedangkan untuk keluarga miskin yang pailing sedikit adalah di Provinsi Papua Barat sebanyak 4.467 Keluarga.