Penarikan Majalah 'Salatiga Kota Merah' Bentuk Intimidasi Polisi
"Apa dasar polisi menyita, memeriksa dan mempertanyakan izin penerbitan? Kami mengetahui penerbitan tidak ada lagi izin."
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polres Salatiga dinilai diskriminatif dan harusnya dapat menyelesaikan pemberitaan majalah 'Salatiga Kota Merah,' terbitan mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga diselesaikan sesuai prosedur.
Tapi polisi terlanjur memeriksa Pemimpin Umum LPM Lentera Arista Ayu Nanda, Pemimpin Redaksi LPM Lentera, Bima Sakti Putra, dan bendahara LPM Lentera, Septi Dwi Astuti.
"Apa dasar polisi menyita, memeriksa dan mempertanyakan izin penerbitan? Kami mengetahui penerbitan tidak ada lagi izin. Mengapa aparat kepolisian tidak memahami itu," ujar Kepala Riset dan Pengembangan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Asep Komaruddin, di kantor Komnas HAM, Kamis (22/10/2015).
Apabila ada satu permasalahan yang dianggap menyinggung, maka polisi harus menggunakan jalur yang tersedia, di antaranya meminta hak jawab atau mengajukan permohonan klarifikasi.
Dia menilai tahapan penerbitan 'Salatiga Kota Merah telah memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik. Asep memandang produk jurnalistik itu sudah sejajar dengan media nasional.
"Sudah cover bothside, kenapa tindakan ini terjadi. Ini upaya pengungkapan fakta pada 1965. Ini sama saja menghancurkan kebebasan pers itu sendiri," kata dia.
Sementara itu, Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia, Agung Sedayu, menyayangkan terjadi penarikan majalah dari publik. Dia menilai aparat kepolisian bertindak diskriminatif.
"Polisi meminta itu untuk ditarik dan ada permintaan dibakar. Dibakar tidak dilakukan. Permintaan ditarik itu merupakan bentuk intimidasi," tambah Agung.
Sampai berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari Polres Salatiga mengenai dugaan tindakan intimidasi kepada mahasiswa UKSW Salatiga.
Peristiwa ini berawal dari beredarnya Majalah Lentera berjudul Salatiga Kota Merah. Karya jurnalistik LPM Lentera, UKSW, mengangkat dampak peristiwa Gerakan 30 September bagi Kota Salatiga, Jawa Tengah.
Edisi 'Salatiga Kota Merah' terbit 500 eksemplar dan dijual seharga Rp 15 ribu dan disebarluaskan ke masyarakat Kota Salatiga dengan cara menititipkan ke kafe, instansi pemerintahan Kota Salatiga dan organisasi kemasyarakatan di Semarang, DKI Jakarta dan Yogyakarta.
Seminggu setelah penerbitan pada 16 Oktober 2015, pimpinan LPM Lentera dipanggil menghadap pihak UKSW. Muncul kKesepakatan, redaksi Lentera harus menarik semua majalah yang tersisa dari semua agen untuk menciptakan situasi kondusif pada masyarakat Kota Salatiga.
Polres Salatiga juga menarik peredaran majalah. Pada Minggu (18/10/2015), Pemimpin Umum LPM Lentera Arista Ayu Nanda, Pemimpin Redaksi LPM Lentera, Bima Sakti Putra bersama bendahara LPM Lentera, Septi Dwi Astuti diperiksa di Mapolres Salatiga.