SPN : PP Pengupahan Bertentangan UU Ketenagakerjaan, Ini Jelas Tak Benar !
Akibat berlakunya PP ini maka upah buruh akan naik paling tinggi hanya sebesar 10 persen. Itu akan berlaku selama puluhan tahun ke depan.
Editor: Yudie Thirzano
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Massa Serikat Pekerja Nasional (SPN) - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang tergabung dalam Komite Aksi Upah berunjukrasa di Istana Negara, Gambir, Jakarta, Selasa (27/10/2015).
Ribuan buruh tekstil,sepatu, garmen anggota SPN KSPI itu menolak Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Ketua Umum SPN Iwan Kusmawan mendesak pemerintah membatalkan PP tersebut.
Pemerintah juga diminta membatalkan formula kenaikan upah minimum yang mendasarkan kepada inflansi ditambah pertumbuhan ekonomi.
"Hal ini telah bertentangan dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ini jelas tidak benar," tulis Iwan Kusmawan dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Selasa (27/10/2015).
Iwan Kusmawan juga meminta agar Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dilibatkan dalam penetapan upah minimum melalui Dewan Pengupahan.
"Ini sangat prinsip karena keterlibatan Serikat Pekerja akan bisa mempengaruhi kebijakan dalam pengupahan," ujarnya.
Selain itu, dirinya juga menuntut agar komponen KHL (Kebutuhan Hidup Layak) diubah dari saat ini hanya 60 item komponen menjadi 84 item komponen.
Upah Murah di Indonesia
SPN KSPI juga menyoroti berlakunya era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
Menurut Iwan, saat MEA 2015 dimulai, upah buruh Indonesia masih jauh di bawah Thailand,Philipina, Malaysia dan Singapura.
Apalagi, lanjut Iwan, kesenjangan ekonomi akan semakin lebar dengan politik upah murah yang akan diberlakukan lagi mulai 2016.
"Ini agar buruh bisa mendapatkan upah layak dan tidak ada lagi upah murah," ujar Iwan.
Presiden KSPI Said Iqbal juga menegaskan penolakannya terhadap PP Pengupahan tersebut yang menurutnya hanya akan membuat buruh akan kian menderita kehidupannya.