Soal Pengadilan Rakyat Kasus HAM 1965, Japto: Siapa yang Mengadili dan Diadili
Apalagi tuntutan yang diajukan agar pemerintah meminta maaf dan mengakui adanya peristiwa pembantaian terhadap PKI
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila Japto Soelistyo Soerjosoemarno angkat bicara digelarnya persidangan terkait tragedi pembantaian massal terhadap terduga Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965.
Pengadilan rakyat yang digelar kelompok yang menamakan International People’s Tribunal on 1965 crimes against humanity in Indonesia itu digelar di Den Haag, Belanda, mulai Selasa (10/11) sampai Jumat (13/11).
Dirinya mengaku bingung dengan jalannya pengadilan tersebut.
"Pengadilan internasional ini, siapa yang mengadili siapa yang diadili," kata Japto yang ditemui usai rapat kerja nasional dan HUT ke 56 Pemuda Pancasila (PP), di Jakarta, Kamis (12/11/2015).
Apalagi tuntutan yang diajukan agar pemerintah meminta maaf dan mengakui adanya peristiwa pembantaian terhadap PKI. Menurut dia, tragedi 1965 merupakan akibat adanya pembunuhan tujuh Jenderal di Lubang Buaya.
"Kalau tujuh Jenderal ini ngga dibunuh, ngga ada kejadian itu. Ada sebab dan akibat," katanya.
Untuk itu dia menyangsikan adanya permintaan maaf terhadap PKI.
"Saya tanya, tujuh jenderal itu diapain. Terus kita disuruh minta maaf sama PKI. PKI dilarang di Indonesia, mau minta maaf sama siapa. Barangnya gak ada. Masa minta maaf sama setan," katanya.
Lebih lanjut dirinya juga menyoroti masih banyak ketidakadilan soal HAM yang terjadi di Indonesia.
"Di Indonesia banyak maling ketangkep dibakar. Banyak kok kejadian. Kok gak bilang HAM, pada nonton aja," kata Japto.
Dirinya menduga persoalan yang dibawa ke pengadilan rakyat internasional itu diusung para generasi penerus PKI.
"Apa sekarang ada PKI bawah tanah. Apa yang berjuang ini orang-orang PKI yang kembali," katanya.