Ketua Komisi I DPR: Tragedi di Paris Teror Keji
Tragedi pembantaian di Paris adalah tindakan teror yang kej
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Tragedi pembantaian di Paris adalah tindakan teror yang keji. Sasaran warga sipil di stadion yang dihadiri Presiden Prancis, jelas merupakan teror kepada negara juga.
"Namun yang harus dikritisi bahwa jika pelaku benar dari ISIS maka ini adalah bagian dari skenario untuk menarik negara-negara eropa untuk masuk terlibat dalam konflik bersenjata di Timur Tengah. Setelah Rusia, sekarang terlibat secara militer," ujar Ketua Komisi I DPR, Mahfud Siddiq, Sabtu (14/11/2015).
"Karena kita tahu ISIS sarat dengan campur tangan dan kepentingan sejumlah negara. Pola konflik kawasan yang sedang terjadi di Timur Tengah memang akan terus diperluas ke berbagai negara lain. Kita semua tahu bahwa proses awal konflik di Timut Tengag telah melibatkan Amerika Serikat dengan intervensinya ke Irak untuk jatuhkan rezim Saddam Husen," papar Mahfudz.
Dan itu, katanya lagi, berlanjut ke beberapa negara lainnya seperti Libya, Suriah dan Yaman. Perubahan rezim politik tidak segera menghasilkan rezim dan format politik baru. Yang muncul adalah model konflik baru yang multi faktor dan aktor.
"ISIS hanya dalah satu faktor dan aktor dalam pola konflik sekarang. Timur Tengah sesungguhnya telah dijadikan lapangan konflik untuk target merekonstruksi peta negara dan kekuasaan dengan melibatkan aktor negara dan non-negara," kata Mahfudz.
Setelah Amerika Serikat, Rusia, Saudi dan Turki terlibat, kasus pembantaian Paris adalah cara menyeret Eropa menjadi faktor dan aktor tambahan. Pemerintah Indonesia harus memahami dan menyikapi situasi dan kondisi seperti ini.
"Karena pola konflik ini akan terus diperluas termasuk ke kawasan Asia Barat, Asia Selatan dan kemudian Asia Tenggara. Di kawasan Aasia Timur juga sudah menghadapi potensi konflik kawasan yaitu isu laut Cina Selatan," ungkap politisi Partai Kaeadilan Sejahtera (PKS) ini.
"Jika kedua pola konflik kawasan ini bertemu maka layak kita memproyeksi terjadinya konflik baru yang sangat besar," Mahfudz mengingatkan kembali.