JPPR: Cara Pandang Jokowi soal Pilkada Serentak Keliru
Pilkada Serentak 2015 pertama kali dalam sejarah demokrasi Indonesia akan digelar pada 9 Desember.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pilkada Serentak 2015 pertama kali dalam sejarah demokrasi Indonesia akan digelar pada 9 Desember.
Sebanyak 53 persen dari total wilayah di Indonesia, yaitu 269 daerah terdiri dari sembilan provinsi, 260 kota/kabupaten akan menentukan kepala daerah.
Namun Presiden Joko Widodo menilai pelaksanaan Pilkada serentak ini tidak semarak.
Menangapi pernyataan tersebut, Koordinator Jaringan Pendidikan dan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai pemahaman tentang keriuhan Pilkada saat ini keliru.
Masykur menganggap, pemahaman Presiden Jokowi mengenai pelaksaan Pilkada masih terpaku pada peraturan lama, yang mana Pilkada serentak selalu diartikan dengan pemasangan spanduk, baliho atau iklan-iklan yang memuat pasangan calon di tiap daerah.
"Itu cara pandang yang sangat media sosial, sangat alat peraga banget dan sangat permukaan. Presiden tidak melihat substasi dan tidak melihat perubahan yang terjadi saat ini. Itu keliru menurut saya," kata Masykurudin dalam diskusi dana kampanye dan ikhtiar mewujudkan pilkada bersih, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/11/2015).
Menurutnya, apa yang dipikirkan oleh Presiden tidak jauh berbeda dengan pola pikir masyarakat saat ini yang baru merasakan atmosfer Pilkada serentak.
"Cara pandang beliau menyebut Pilkada rame kalau banyak spanduk. Ketika banyak spanduk sosialisasi, spanduk kampanye, maka disitu pilkada disebut ramai. Sementara peraturan kita, yang namanya spanduk sudah tidak diperkenankan, spanduk itu hanya diperbolehkan untuk sosialisasi saja. Karena itu, dalam hal ini, cara pandang ramai harus diubah," katanya.
Meskipun demikian dirinya tidak bisa menyalahkan Presiden Jokowi, Menurutnya, anggapan 'Pilkada Sepi' karena banyak kegiatan kampanye para calon pasangan Kepala daerah yang kurang terpublikasi, sehingga menimbulkan kesan sepi.
"Cara pandang rame harus diubah. sebenarnya Pilkada kita gak sepi-sepi amat. Nah, pemantauan kita menujukkan, ketika mereka ketemu calon pemilih, tidak terbuplikasi, jadi selain jumlahnya sedikit, publikadi juga kurang, jadi spanduk kan bisa diliat," katanya.
Dia menilai keriuhan Pilkada akan semakin terasa dalam dua minggu kedepan. Dalam waktu tersebut, akan ada peningkatan eskalasi dan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para calon kepada daerah maupun berbagai kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh KPU di daerah.
Dia juga menjelaskan, keriuhan Pilkada tidak akan dirasakan dalam bentuk pemasangan alat-alat peraga seperti Pilkada-pilkada sebelumnya.
"Dua pekan kedepana akan ada rapat umum, akan ada iklan-iklan dan intenfikasi pasangan calon mempengaruhi pemilih itu akan kuat. Makanya kehangatan pilkada akan terjadi, tidak sepi lagi, tetapi kehangatan itu, memang dibawah meja, karena bawah meja. Maka bawaslu, Kemendagri, bahkan presiden harus kasih kontrol itu secara keamanan kondusititas," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo merasa heran daerah-daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada Serantak 2015 tidak terlihat semarak.
Di hadapan para jajaran kementerian, Kapolri, Panglima TNI, stakeholder terkait, serta ribuan perwakilan daerah, Jokowi dalam rakornas pemantapan Pilkada serentak, di Gedung Ecopark, Ancol Kamis (12/11/2015), menyindir hal tesebut.
"Meskipun setiap minggu saya ke daerah, saya melihat ke daerah-daerah yang ada pilkadanya, mungkin ini pertama kali juga yang saya lihat kok tenang-tenang saja. Kok keliatannya senyap begitu yah, bener nggak?" kata Jokowi.
Seharusnya, kata Jokowi, seperti pesta harus terlihat meriahnya tidak senyap seperti di hampir 300 daerah yang akan menggelar Pilkada tahun 2015.
"Meskinya setiap pesta demokrasi itu keliatan pestanya, kok ini saya lihat tenang sekali. Apa semua merasakan seperti itu?" ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.