Pansus Menduga Kuat adanya Pelanggaran Perpanjangan Kontrak JICT
Pansus Pelindo II DPR RI menduga kuat adanya pelanggaran pada perpanjangan kontrak JICT
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Irmadi Lubis menilai pelanggaran yang dilakukan PT Pelindo II adalah pelanggaran dan ketidakpatuhan terhadap aturan perundangan pada perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT).
Menurut Irmadi, berdasarkan UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran mengatur soal pemisahan antara regulator dan operator.
"Pansus Pelindo II DPR RI menduga kuat adanya pelanggaran pada perpanjangan kontrak JICT yang dilakukan PT Pelindo II dengan Hutchinson Port Holding (HPH) Hongkong," kata Anggota Pansus Pelindo II DPR RI, Irmadi Lubis, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (23/11/2015).
PT Pelindo II sebagai badan usaha kepelabuhanan harus mendapat konsesi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan untuk membuat kerja sama.
"Dalam UU Pelayaran itu mengatur, paling lambat tiga tahun setelah UU berlaku, maka semua badan usaha yang terkait dengan UU tersebut harus memiliki konsesi," katanya.
Selain terikat dengan UU Pelayaran, menurut Irmadi, PT Pelindo II juga terikat dengan UU No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan UU No 40 tahun 2007 tentang Perseoran terbatas.
Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, PT Pelindo II juga sudah diingatkan oleh dua Menteri Perhubungan yakni EE Mangindaan dan Ignasius Jonan melalui surat edaran Menteri Perhubungan agar tidak melakukan kerja sama sebelum memiliki konsesi.
"Namun, PT Pelindo II tidak mengindahkan amanah UU tersebut dan tidak mengabaikan surat edaran dari dua Menteri Perhubungan," katanya.
Menurut dia, PT Pelindo II malah meminta pertimbangan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jam Datun) yang dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan perpanjangan kontrak JICT dengan Hutchinson Port Holding Hongkong.
"Dalam hal ini, PT Pelindo II melanggar UU dan tidak patuh terhadap hukum," katanya.
Irmadi menjelaskan, dalam perpanjangan kontrak JICT dengan Hutchinson Port Holding Hongkong, diduga ada permainan yang merugikan Indonesia.
Dalam perpanjangan kontrak tersebut, kata dia, PT Pelindo II menggunakan konsultan Deutsche Bank.
"Pada Pansus Pelindo II baru diketahui Deutsche Bank adalah rekanan Hutchinson Port Holding Hongkong dan telah bekerja sejak Mei 2013. Padahal, perpanjangan kontrak itu dilakukan mulai Februari 2014. Itu artinya, Deutsche Bank sudah bekerja di luar kontrak," katanya.
Menurut dia, Komisaris PT Pelindo II kemudian mengontrak konsultan Finance Research Institute (FRI) dan Bahana Sekuritas untuk melakukan audit sekaligus memverivikasi data dari Deutche Bank, ternyata hasilnya jauh berbeda.
Karena itu, kata Irmadi, Pansus Pelindo II DPR RI akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu kepada PT Pelindo II.